KOMPAS.com - Asal-usul nama perkedel belakangan menjadi topik yang ramai diperbincangkan di media sosial.
Perkedel adalah makanan khas Indonesia yang biasanya dikonsumsi sebagai kudapan atau pendamping masakan rumahan, seperti soto atau sop.
Makanan ini terbuat dari bahan dasar kentang yang ditumbuk dan diberi bumbu lalu dibentuk bulat serta dibaluri telur sebelum digoreng.
Karena itu, sebagian orang menganggap nama perkedel adalah akronim atau singkatan yang berupa gabungan suku kata dari "persatuan kentang dan telur".
Namun, menurut Fauzan Al-Rasyid, salah seorang pengguna X (Twitter) yang mendalami ilmu linguistik, hal itu keliru.
"Perkedel yang disebut-sebut akronim persatuan kentang dan telur. Padahal, perkedel merupakan panganan dari tradisi kuliner Belanda. Nama jenisnya diadaptasi dari kata frikadel," tulis Fauzan di akun X miliknya, @fauzanalrasyid, Jumat (14/2/2025).
Kompas.com telah mendapatkan izin untuk mengutip twit tersebut.
Baca juga: Kenapa Orang Sunda Biasa Minum Teh Tawar dan Orang Jawa Minum Teh Manis? Ini Kata Pakar
Fenomena kerata basa
Fauzan mengatakan, tafsir perkedel sebagai singkatan "persatuan kentang dan telur" adalah fenomena kerata basa atau bakronim, yaitu mengartikan kata dengan membedah suku kata yang dimilikinya.
Ini dapat terjadi karena kata tersebut dianggap masuk akal dan sesuai dengan realitas, sehingga membuat sebagian orang percaya.
Misalnya, seperti sahur yang disebut sebagai akronim "sarapan khusus Ramadhan".
"Baik sahur maupun perkedel punya 'kebetulan' yang sama berkaitan dengan persesuaian antara realitas (referen/penanda) dan deret huruf yang melambangkan bunyi pembentuk petandanya," tulis Fauzan.
Lantas, bagaimana asal-usul penamaan perkedel menurut pakar kuliner?
Baca juga: Benarkah Beda Tangan Akan Beda Rasa Sajian? Ini Penjelasan Chef
Asal nama perkedel
Pakar kuliner Indonesia, William Wongso membenarkan bahwa perkedel adalah adaptasi nama dari bahasa Belanda, yakni frikadel. Kata tersebut mencerminkan bahan utamanya, yaitu daging cincang.
"Asal-usulnya nama Belanda, terutama di sana pakai daging cincang, pakai rempahnya pala, kasih telur, lalu digoreng," ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu (15/2/2025).
Karena banyak dikonsumsi orang Belanda, penduduk pribumi mencoba membuatnya dengan bahan yang lebih terjangkau, karena kala itu daging adalah salah satu bahan makanan mahal.
Seiring waktu, perkedel mulai mengalami perkembangan dan disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat Indonesia. Perkedel kini banyak menggunakan rempah dan lebih banyak jenisnya, seperti perkedel jagung dan tahu.
"Kalau tahu dikasih cabai, parutan kelapa, dikasih telur. Bumbunya bawang merah, bawang putih, ketumbar, jinten, atau ada yang dikasih sedikit kencur. Nah, ini pengaruh Indonesia," jelas William.
Dia menambahkan, meski Indonesia adalah negara penghasil rempah, tapi awalnya orang pribumi kala itu tidak mengerti cara menggunakannya pada masakan.
"Awalnya tidak pernah mengerti cara pakainya. Itu pengaruh akulturasi budaya dari luar, dibawa India dan Arab," sambung William.
Baca juga: Warganet Sebut Sate Taichan Bukanlah Sate, Chef Angkat Bicara
Beberapa makanan yang dibawa oleh Belanda
Chef & Beverage Manager Hotel Grandhika Semarang, Teguh Firmanto, sependapat bahwa nama perkedel berasal dari frikadel yang dibawa Belanda sejak zaman penjajahan.
Selain frikadel, Teguh menambahkan, ada juga makanan Belanda yang disebut frikandel. Keduanya terbuat dari daging, hanya saja bentuk frikandel lebih mirip sosis.
"Frikandel memanjang bentuknya seperti sosis. Frikadel bentuknya seperti perkedel, tapi dari daging. Daging apa saja terserah, biasanya daging sisa trimmingan," jelasnya, saat dihubungi Kompas.com secara terpisah, Sabtu.
Seperti halnya perkedel, frikadel dan frikandel bisa dikonsumsi sebagai kudapan atau makanan berat dengan dipadukan dengan roti baguette.
Menurut Teguh, perbedaan frikadel dan perkedel salah satunya terletak pada penggunaan telur.
"Frikadel pakai telur tapi tidak dibaluri, fungsinya sebagai pengikat daging agar tidak ambyar. Kalau di sini dimasak lagi dengan telur. Tapi aslinya frikadel tidak pakai telur, jadi tinggal di-pan seared seperti patty burger," paparnya.
Teguh mengungkapkan, banyak makanan Indonesia yang merupakan hasil akulturasi dari masakan Belanda, seperti bistik solo.
Makanan bistik ini berasal dari kata biefstuk, yang berarti steak daging sapi dalam bahasa Belanda. Namun, karena harga daging mahal, kala itu orang Indonesia menggantinya dengan galantin.
"Belanda biefstuk, orang Indonesia lafaznya bistik dengan bahan yang lebih murah, kan mahal itu (daging). Dulu orang Indonesia mengakalinya dengan galantin versi lebih murah lagi," ucapnya.
Baca juga: Ramai soal Kebab Asli Turkiye Mirip Sate Bukan Digulung, Ini Kata Chef
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.