KOMPAS.com - Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) di Istana Merdeka, Senin (24/2/2025).
Menurut Prabowo, Danantara fokus menginvestasikan sumber daya alam dan aset negara ke proyek berkelanjutan mencakup sektor energi terbarukan, manufaktur canggih, industri hilir, dan produksi pangan.
"Semua proyek tersebut diharapkan dapat berkontribusi pada pencapaian target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen," ujar Prabowo, dikutip dari Indonesia.go.id, Senin.
Danantara diharapkan akan mempercepat pembangunan ekonomi berkelanjutan di Indonesia, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berdaya saing tinggi.
Lantas, apakah dampak langsung keberadaan Danantara bagi masyarakat Indonesia?
Baca juga: Struktur Danantara, Prabowo Tunjuk Rosan Roeslani Jadi Ketua, Erick Pimpin Dewas
Potensi dampak Danantara ke warga Indonesia
Praktisi pasar modal sekaligus Co-founder Pasardana, Hans Kwee, menyebut Danantara hadir saat kondisi perekonomian Indonesia terganggu.
Menurutnya, Indonesia membutuhkan dorongan pertumbuhan ekonomi karena memiliki utang yang besar akibat kebijakan pemerintah sebelumnya. Utang sebanyak Rp 800,33 triliun itu jatuh tempo pada 2025.
"Untuk mendorong pertumbuhan (ekonomi), kita harus mengoptimalkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satunya dengan membentuk holding (perusahaan induk) sehingga nanti memperkuat leverage dari BUMN," ujar Hans saat dihubungi Kompas.com, Senin.
Nah, dia menilai, Danantara dibentuk untuk mendorong perekonomian Indonesia agar tumbuh sampai 5 persen. Nantinya, Danantara berperan dalam proyek strategis pembangunan Indonesia.
Peran tersebut, katanya, membuat Danantara akan berdampak positif bagi masyarakat umum yakni dengan membuka lapangan pekerjaan baru bagi warga Indonesia.
Lapangan-lapangan pekerjaan baru yang akan tersedia bagi masyarakat umum berkaitan dengan proyek strategis yang dikerjakan Danantara. Misalnya, pada sektor pertambangan, energi terbarukan, dan proyek ketahanan pangan.
"Kalau bisa melibatkan masyarakat, ada multiplier effect economy bagi masyarakat," tegas Hans.
Multiplier effect atau efek berganda adalah pengaruh dari suatu kegiatan ekonomi untuk peningkatan pengeluaran nasional yang akan mempengaruhi peningkatan pendapatan dan konsumsi di sekitarnya.
Hans mencontohkan, Danantara dan BUMN dapat menggandeng pertambangan lokal yang ada di antara masyarakat untuk menjalankan suatu proyek strategis nasional. Cara ini diyakini akan menciptakan lapangan baru bagi masyarakat.
Baca juga: 4 Kontroversi Danantara yang Akan Diluncurkan Prabowo Hari Ini
Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, juga menilai kehadiran BPI Danantara akan mampu mendorong ekspansi ekonomi yang berkelanjutan dan penciptaan lapangan kerja.
"Dengan strategi diversifikasi portfolio yang mencakup greenfield, brownfield, dan akuisisi strategis, Danantara mampu mendorong ekspansi ekonomi yang berkelanjutan dan penciptaan lapangan kerja," terang Josua pada Senin, dikutip dari Antara.
Selain itu, melalui co-investment dengan investor global, Danantara diyakini berpotensi akan menarik foreign direct investment (FDI) yang lebih besar, memperkuat pasar modal Indonesia, serta meningkatkan produksi dan ekspor nasional.
"Danantara diharapkan dapat berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui investasi strategis di sektor prioritas, seperti energi terbarukan, ketahanan pangan, hilirisasi nikel, dan industri berorientasi ekspor," jelas Josua.
Ia membeberkan beberapa dampak positif kehadiran Danantara, termasuk peningkatan produktivitas aset BUMN, pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, penciptaan lapangan kerja berkualitas, serta kontribusi terhadap ekspor dan ketahanan energi dan pangan nasional.
"Dengan leverage investasi hingga 10 kali lipat dari dividen BUMN, Danantara berpotensi memobilisasi modal yang signifikan untuk proyek strategis," pendapat Josua.
Risiko dampak negatif Danantara
Meski begitu, Hans menilai, keberadaan Danantara tetap berisiko. Sebab, badan tersebut akan mengelola aset negara dengan nilai mencapai senilai 900 miliar dollar AS atau sekitar Rp 14.648 triliun.
Jumlah aset tersebut bahkan lebih besar ketimbang badan pengelola kekayaan negara lain seperti Temasek di Singapura atau Khazanah di Malaysia. Hal ini akan menjadikan Danantara sebagai sovereign wealth fund (SWF) keempat terbesar di dunia.
"Tetap ada risiko kalau ternyata pengelolaannya tidak prudent (bijaksana) dalam mengelola itu (Danantara)," lanjut Hans.
Menurut dia, dampak negatif tersebut berupa para BUMN berisiko tersandera oleh utang jika terdapat kesalahan dalam pengelolaan aset oleh Danantara.
Pengelolaan Danantara yang salah juga berisiko menyebabkan tidak ada pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan banyak proyek strategis nasional yang mangkrak.
Untuk mencegah risiko Danantara bermasalah, Hans menekankan agar pemerintah menunjuk orang-orang yang profesional dalam mengelola aset kekayaan negara.
"Cross and check harus dilakukan. Pengawasan harus kuat ya," lanjut dia.
Dia juga mendorong seluruh perusahaan BUMN yang dananya dikelola Danantara harus menjadi perusahaan publik. Hal ini agar ada pengawasan dari otoritas dan masyarakat.
Jika membandingkan dampak positif dan risiko negatif dari keberadaan Danantara, Hans optimis badan tersebut mampu mengelola aset kekayaan negara dengan baik dan bermanfaat.
"Ini kan solusi untuk Indonesia. Kalau tidak dilakukan, Indonesia akan menjadi negara miskin," ungkap Hans.
Josua juga mengingatkan untuk memperhatikan adanya risiko, seperti trust issue di pasar modal akibat ketidakpastian saat peluncuran Danantara, serta potensi kekhawatiran publik terhadap transparansi dan independensi politik.
"Risiko investasi juga muncul jika tidak dilakukan pemisahan yang jelas antara risiko operasional dan investasi," jelas Josua.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.