KOMPAS.com - Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, ditangkap di Bandara internasional Manila pada Selasa (11/3/2025) atas perintah Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC).
Duterte ditangkap sesaat setelah tiba dari Hong Kong usai ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan atas dugaan pembunuhan massal.
Diketahui, masa pemerintahan Duterte diwarnai dengan tindakan keras terhadap peredaran narkoba.
Jaksa ICC menuduh Duterte atas kejahatan kemanusiaan yang menewaskan 30.000 orang dalam pemberantasan narkoba ilegal.
Sebagian besar korban adalah laki-laki di daerah perkotaan miskin yang ditembak mati di jalan.
Lantas, seperti apa sosok Duterte yang ditangkap ICC?
Baca juga: Rodrigo Duterte Ditangkap, Ini Jejak Perang Lawan Narkoba di Masa Kepemimpinannya
Profil Rodrigo Duterte
Dilansir dari Britannica, Senin (10/3/2025), Rodrigo Duterte merupakan seorang politikus Filipina yang menjabat sebagai Presiden Filipina periode 2016-2022.
Ayahnya juga seorang pejabat yang pernah menjadi Gubernur Provinsi Davao.
Sementara ibunya, seorang aktivis yang berperan penting dalam gerakan "people power" yang menggulingkan presiden otoriter Ferdinand Marcos dan mengembalikan pemerintahan demokratis ke Filipina.
Duterte dikenal sebagai politisi kontroversial di Filipina. Taktik keras pemberantasan kejahatan Duterte membuatnya mendapat julukan "The Punisher" dan "Duterte Harry" (mengacu pada karakter film Dirty Harry, inspektur polisi yang sangat efektif yang diperankan oleh aktor Clint Eastwood).
Namun, Amnesty International dan Human Rights Watch mengeklaim bahwa Duterte bertanggung jawab atas lebih dari 1.000 pembunuhan di luar hukum.
Baca juga: Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap atas Perintah ICC
Era kepresidenan Duterte
Pada 30 Juni 2016, Duterte dilantik sebagai Presiden Filipina.
Dalam enam bulan pertama masa jabatannya, lebih dari 6.000 orang tewas dalam kebijakan "perang melawan narkoba" Duterte.
Upaya Duterte terhadap pemberantasan narkoba ilegal itu menggunakan kepolisian dalam sebuah operasi.
Operasi ini menciptakan banyak pembunuhan di luar hukum. Bahkan, ratusan mayat yang tidak dikenal dikubur secara massal.
Aksi main hakim sendiri yang dilakukan Duterte itu mengundang kekhawatiran negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat (AS).
Hal itu membuat AS menangguhkan penjualan 26.000 senapan serbu ke Filipina karena pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Baca juga: Profil Sara Duterte, Wakil Presiden Filipina yang Terancam Dimakzulkan
Penyelidikan ICC terhadap Duterte
Pada Februari 2018, International Criminal Court (ICC) membuka penyelidikan awal atas lebih dari 12.000 kematian yang terjadi selama "perang melawan narkoba" Duterte.
Pada Maret, Duterte merespons penyelidikan tersebut dengan ancaman bahwa Filipina akan menarik diri dari ICC. Ancaman penarikan diri itu direalisasikan pada 2019.
Pada September 2021, ICC mengizinkan penyelidikan penuh atas tindakan Duterte.
Namun, penyelidikan itu ditangguhkan dua bulan kemudian, lantaran pejabat di Manila sedang melakukan penyelidikan sendiri atas dugaan pembunuhan di luar hukum yang dilakukan oleh Duterte.
Sementara, gelombang kritik terus menekan Duterte, baik organisasi hak asasi manusia internasional maupun domestik.
Namun, Duterte justru memerintahkan polisi untuk menembak aktivis jika mereka menghalangi langkah keadilan ala Duterte dalam "perang melawan narkoba".
Kebebasan pers pun dibatasi dengan menangkap berkali-kali pendiri media di Filipina atas tuduhan yang masih dipertanyakan.
Baca juga: Duterte Disebut Akan Gulingkan Presiden Filipina Marcos Jr, Tuding Pencandu Narkoba
Akhir kepresidenan Duterte
Meski pemerintahan Duterte diwarnai dengan beragam kontroversi, ia tetap populer di masyarakat Filipina pada pemilu 2019.
Duterte mempertahankan pengaruhnya di DPR dan mengambil alih senat untuk menghapus satu-satunya hambatan yang tersisa di pemerintahannya.
Meskipun secara konstitusional dibatasi untuk satu masa jabatan presiden, Duterte mencoba berbagai metode untuk tetap berkuasa.
Pada September 2021, ia mencalonkan diri sebagai kandidat wakil presiden, tetapi tiba-tiba mengundurkan diri karena berniat untuk pensiun dari politik.
Namun, pada pemilu Mei 2022, Duterte mendukung putrinya, Sara Duterte, sebagai wakil presiden.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.