KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan prakiraan awal musim kemarau 2025.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan, awal musim kemarau di Indonesia tidak terjadi secara bersamaan.
Ada wilayah yang sudah memasuki awal musim kemarau pada Maret, tapi ada daerah yang baru mengalaminya pada April dan Mei 2025.
Baca juga: Maret Masih Hujan, Apakah Awal Musim Kemarau 2025 Mundur? Berikut Jawaban BMKG
“Secara lebih rinci, musim kemarau 2025 ini diprediksi pertama kali terjadi pada saat ini Maret 2025 di enam zona musim (ZOM) atau 0,8 persen ZOM,” ujar Dwikorita dalam konferensi pers daring, Kamis (13/3/2025).
“Mencakup sebagian kecil Jawa Barat bagian utara, sebagian Pulau Madura Jawa Timur, sebagian kecil Kalimantan Utara, dan Nusa Penida Bali,” tambahnya.
Lalu, kapan puncak musim kemarau 2025? Simak jawaban BMKG berikut ini.
Baca juga: BMKG: Awal Musim Kemarau Dimulai Maret-Juni 2025, Wilayah Mana Saja yang Mengalaminya?
Kapan puncak musim kemarau 2025?
Dwikorita menjelaskan, datangnya musim kemarau di Indonesia dipengaruhi oleh peralihan angin Monsun Asia atau angin barat menjadi angin Monsun Australia atau angin timur.
Meski awal musim kemarau 2025 tidak terjadi secara bersamaan, Dwikorita menegaskan bahwa fenomena La Nina sudah berakhir dan kondisi cuaca menjadi lebih kondusif.
La Nina adalah fenomena suhu muka laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah yang mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.
Pendinginan SML mengurangi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.
Baca juga: Warganet Mengeluh Kedinginan di Pagi Hari pada Musim Kemarau, BMKG Jelaskan Penyebabnya
Dwikorita juga menerangkan, fenomena El Nino Southern Oscillation (ENSO) berada pada fase netral berdasarkan monitoring suhu muka laut pada awal Maret 2025.
El Nino yang dimaksud Dwikorita adalah fenomena pemanasan SML di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Pemanasan SML meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan serta dapat memicu kekeringan di Indonesia.
“Diketahui bahwa fenomena La Nina di Samudera Pasifik telah bertransisi menuju ENSO netral,” jelas Dwikorita.
Ia juga menambahkan, puncak musim kemarau di Indonesia secara umum berlangsung pada Mei, Juni, dan Juli 2025.
Baca juga: Ramai soal Dieng Membeku Saat Jateng Alami Musim Kemarau, Ini Penjelasan BMKG
Berikut wilayah yang mengalami puncak musim kemarau 2025:
Wilayah yang alami puncak musim kemarau Juni dan Juli 2025:- Sumatera
- Jawa bagian barat
- Kalimantan bagian utara
- Sebagian kecil Sulawesi
- Papua bagian tengah dan timur.
Baca juga: Warganet Keluhkah Suhu Dingin Saat Kemarau, Benarkah Dampak Winter di Australia?
Wilayah yang alami puncak musim kemarau Agustus 2025:- Jawa bagian tengah hingga timur
- Sebagian besar Kalimantan
- Sebagian besar Sulawesi
- Bali
- Nusa Tenggara
- Sebagian Maluku
- Maluku Utara
- Sebagian Papua.
Baca juga: BMKG Deteksi Bibit Siklon Tropis 91W dan 99W Saat Musim Kemarau, Apa Dampaknya di Indonesia?
Imbauan BMKG
Dwikorita menyampaikan, pihaknya telah memberikan sejumlah imbauan atau rekomendasi kepada masyarakat dan pemerintah untuk menghadapi awal musim kemarau yang sudah dimulai pada Maret 2025.
Di sektor pangan, ia meminta supaya petani melakukan penyesuaian jadwal tanam di wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau lebih awal atau lambat.
Perlu dilakukan juga pemilihan varietas tahan kekeringan dan optimalisasi pengelolaan air pada wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau di bawah normal atau lebih kering.
Baca juga: Cuaca Jawa Timur Panas di Saat Musim Hujan, sampai Kapan Terjadi?
BMKG juga mengimbau agar pemerintah mengantisipasi potensi kebakaran hutan dan lahan, terutama di wilayah yang rawan dengan curah hujan di bawah normal dan secara klimatologis memiliki kecenderungan curah hujan rendah.
Hal lain yang direkomendasikan BMKG adalah perlunya antisipasi memburuknya kualitas udara, termasuk di kota-kota besar dan potensi terjadinya gangguan kenyamanan akibat fenomena udara panas dan lembap selama musim kemarau.
Masyarakat dan pemerintah juga diimbau menghemat air dan mengelola pasokan air secara efisien untuk menjaga operasi PLTA, irigasi, dan kebutuhan air baku, terutama di wilayah dengan kemarau di atas normal atau lebih panjang.
“(Sumber daya air) mengoptimalkan sumber air alternatif dan memastikan distribusi air yang efektif untuk menjaga ketersediaan air bagi masyarakat selama musim kemarau,” pungkas Dwikorita.
Baca juga: Daftar Wilayah yang Diprediksi Alami Suhu Panas dan Curah Hujan Tinggi pada 2025
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.