Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Link Petisi Tolak Revisi UU TNI, Gaungkan Tagar #TolakRUUTNI

Baca di App
Lihat Foto
Koalisi Masyarakat Sipil
Petisi tolak revisi UU TNI yang dibagikan Koalisi Masyarakat Sipil untuk menolak upaya dwifungsi militer.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Beredar petisi tolak RUU TNI serta tagar #TolakRUUTNI dan #TolakRevisiUUTNI seiring rencana perubahan UU Nomor 34 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).

Lebih dari 25.000 orang telah menandatangani petisi tolak kembalinya dwifungsi melalui revisi UU TNI hingga Rabu (19/3/2025).

Petisi tolak revisi UU TNI dibuat oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan melalui Change.org sejak Minggu (16/3/2025).

Selain petisi tersebut, tagar #TolakRUUTNI dan #TolakRevisiUUTNI juga ramai digaungkan warganet untuk menyampaikan protes terhadap rencana pemerintah dan DPR merevisi UU TNI.

Lantas, apa saja tuntutan warga melalui petisi tolak RUU TNI serta tagar #TolakRUUTNI dan #TolakRevisiUUTNI?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Apa Itu Dwifungsi ABRI yang Dikaitkan dengan Revisi UU TNI?


Petisi tolak RUU TNI

Berdasarkan penelusuran Kompas.com, total 25.303 orang telah menandatangani petisi Tolak Kembalinya Dwifungsi melalui Revisi UU TNI pada Rabu (19/3/2025) pukul 15.02 WIB,

Petisi itu dibuat oleh ratusan aktivis, dosen, pakar keilmuwan, lembaga bantuan hukum (LBH), aliansi, dan kelompok gerakan yang bergabung ke dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.

Sebanyak 186 pihak yang menggagas petisi itu menyerukan penolakan terhadap revisi UU TNI yang dinilai akan mengembalikan dwifungsi militer Indonesia.

"Revisi UU TNI akan melemahkan profesionalisme militer dan berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI di mana militer aktif akan dapat menduduki jabatan-jabatan sipil," ujar koalisi tersebut melalui rilis resminya.

Aktivis dari koalisi itu sebelumnya sempat menerobos ruang rapat revisi UU TNI yang digelar di Fairmont Hotel, Jakarta pada Sabtu (15/3/2025) lalu.

Aksi tersebut muncul akibat DPR dan pemerintah tetap melanjutkan pembahasan rancangan UU TNI (RUU TNI) meski mendapatkan penolakan dari publik.

DPR bahkan tak menutup kemungkinan RUU TNI terbaru akan dibawa dan disahkan dalam rapat paripurna pada Kamis (20/3/2025).

Untuk menunjukkan penolakan terhadap revisi UU TNI dan upaya dwifungsi militer, koalisi lalu menyerukan petisi tolak revisi UU TNI pada Minggu (16/3/2025).

Petisi berjudul "Tolak Kembalinya Dwifungsi melalui Revisi UU TNI" dapat diakses melalui link berikut ini.

Tiga hari setelah dirilis, petisi tolak revisi UU TNI kini telah ditandatangani 25.303 orang dengan misi 35.000 tanda tangan selanjutnya.

Baca juga: Apa yang Dipermasalahkan dari Revisi UU TNI?

Tuntutan dalam petisi

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan selaku penyusun petisi tolak RUU TNI menilai revisi UU TNI tidak memiliki urgensi ke arah profesional.

"Justru akan melemahkan profesionalisme militer. Sebagai alat pertahanan negara, TNI dilatih, dididik, dan disiapkan untuk perang, bukan fungsi non-pertahanan seperti duduk di jabatan-jabatan sipil," tulis petisi tersebut.

Koalisi menduga, revisi UU TNI akan mengembalikan dwifungsi TNI karena prajurit militer aktif boleh menduduki jabatan-jabatan sipil di kementerian atau lembaga negara.

Penempatan itu dinilai tidak profesional, serta berisiko memunculkan masalah berupa eksklusi warga dari jabatan sipil, dominasi militer di ranah sipil menguat, dan terjadi kebijakan atau loyalitas ganda.

Selain itu, penempatan TNI ke sektor sipil akan merebut jabatan dan memarginalkan aparatur sipil negara (ASN) dan perempuan dalam akses posisi-posisi strategis.

Koalisi juga menentang isi revisi UU TNI yang membuat militer berhak mengadakan operasi militer selain perang (OMSP) tanpa perlu persetujuan DPR.

Perubahan dalam revisi UU TNI diyakini justru melegitimasi mobilisasi dan ekspansi keterlibatan prajurit TNI dalam permasalahan domestik dalam negeri.

Daripada membuat revisi UU TNI, para aktivis menuntut anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di luar ketentuan UU TNI yang masih berlaku agar mengundurkan diri.

Pemerintah dan DPR juga lebih didorong melakukan reformasi peradilan militer melalui revisi UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Para aktivis juga mendesak upaya memodernisasi alutsista, memastikan TNI adaptif terhadap ancaman eksternal, meningkatkan kesejahteraan prajurit, memperhatikan keseimbangan gender, menghapus hambatan struktural dalam karier militer, serta menjaminan lingkungan kerja aman dan bebas dari diskriminasi.

"Kami menolak RUU TNI maupun DIM RUU TNI yang disampaikan pemerintah ke DPR karena mengandung pasal-pasal bermasalah dan berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI dan militerisme di Indonesia," tegas koalisi tersebut.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi