Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Psikologis Mengapa Korban Pelecehan Seksual Terkadang Tidak Berontak

Baca di App
Lihat Foto
canva.com
ilustrasi korban pelecehan seksual oleh dokter kandungan diduga alumni Universitas Padjajaran, Bandung.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Seorang dokter kandungan di Garut diduga menjadi pelaku pelecehan seksual terhadap pasiennya.

Peristiwa tersebut terkuak setelah sebuah rekaman CCTV beredar di media sosial dan  memperlihatkan dokter berinisial MSF yang tengah melakukan USG, meraba bagian tubuh pasien yang tidak semestinya.

Kini, pelaku telah diamankan Polres Garut untuk didalami motifnya.

Saat kasus ini terkuak, beberapa warganet mempertanyakan mengapa korban tidak melakukan perlawanan seperti yang tampak dalam rekaman CCTV tersebut. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Mbak yang diperiksa napa diem aja, nggak ushaa nepis gitu?" cuit akun syamfa*** di media sosial X.

Namun sebagian warganet menilai bahwa pasien sudah mencoba menahan tangan dokter yang menyentuh bagian sensitif pasien.

"Itu liat gak tangan pasiennya nahan tangan dokternya? Lagian kadang pasien gak ngerti tindakan yang perlu diambil dokternya. Jadi dalam mode pasrah," balas @tasyaju***.

Baca juga: Kata Unpad soal Dokter yang Diduga Lecehkan Pasien di Garut adalah Alumni FK

Pasien dalam posisi inferior

Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri menjelaskan, korban pelecehan seksual seringkali tidak menunjukkan perlawanan atau berontak karena adanya respons psikologis yang kompleks.

"Dalam konteks pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter kandungan di Garut, pasien berada pada posisi inferior, underdog, submisif, dan dikendalikan," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu, (16/4/2025).

Posisi inferior korban merujuk pada kerentanan korban yang mudah dieksploitasi oleh pelaku. Sebagaimana dalam kasus ini, seorang dokter mempunyai kendali kekuasaan atas pasien.

"Sementara posisi dokter superior, topdog, dominan, mengendalikan, dan semacamnya," imbuhnya.

Baca juga: Kenapa Dokter, Dosen, dan Polisi Justru Jadi Pelaku Kekerasan Seksual?

Korban pelecehan bisa tiba-tiba membatu

Terpisah, psikolog Ibunda.id, Danti Wulan Manunggal mengatakan, seseorang dapat membatu (freeze) karena mengalami pelecehan seksual.

Reaksi ini merupakan respons alami karena merasa terancam, ketakutan, ataupun kebingungan.

“Kondisi freeze terjadi karena bagian otak yang merespons rasa takut jadi sangat aktif karena ketakutan yang luar biasa," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (16/4/2025).

Itulah mengapa, menurut Danti, korban pelecehan seksual bisa terlihat diam saja dan membuat orang salah mengira menganggapnya "mau" atau "bersedia". 

"Padahal, sama sekali tidak," tegasnya.

Menurut Danti, durasi seseorang yang mengalami freeze bervariasi. Beberapa orang ada yang mengalami freeze dalam waktu lama.

Ada pula yang begitu melihat kesempatan untuk kabur, ia akan langsung kabur (freeze hanya berlangsung cepat).

"Mereka yang memiliki sikap freeze dalam waktu lama inilah yang sering dimanfaatkan. Meski tubuhnya kaku dan suara tak mampu keluar, umumnya air mata tetap bisa menetes," tandasnya.

Baca juga: Korban Priguna Anugerah Pratama Bertambah, Ini Alasan Umum Korban Kekerasa Seksual Tak Langsung Melapor

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi