Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai Soal Produk Luxury Brand Ternyata Produksi China, Apa Kata Ahli Ekonomi?

Baca di App
Lihat Foto
PEXELS/ADRIENNE ANDERSEN
Ilustrasi tas branded.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Warganet sedang ramai memperbincangkan barang-barang mewah "buatan Eropa", termasuk tas branded, yang disebut sebagian besar diproduksi di China.

Dilansir dari akun X (sebelumnya Twitter) @Fu**un**** menuliskan bahwa, "Orang US lagi kena mental pas tau barang2 luxury yang ada tulisannya 'made in europe' ternyata 90% buatan cina" pada Minggu (13/4/2025).

Warganet menanggapi postingan tersebut dengan saling bertukar informasi.

Salah satunya dengan menjelaskan bagaimana produk produk-produk Eropa diproduksi di China, kemudian dikirim kembali ke Eropa untuk memberikan tag dan finishing sehingga kemudian dapat dilabel dengan "made in Europe".

Sementara itu, warganet yang lain bertanya-tanya mengenai hal ini, salah satunya akun @p*** pada Senin (14/4/2025).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ges, aku tuh kan kurang paham soal luxury brand dll dll ya. Sekarang kan Cina claim bahwa tas-tas branded mahal itu sebetulnya dari Cina, dan banyak yang gak terima. Banyak yang bilang itu mah barang KW dan bukan the real ones with European exclusive craftmanship.

Pertanyaanku, kenapa merek2 mahal dengan European craftmanship ini (LV, Dior, etc) nggak counter aja dengan kasih lihat foto-foto pengrajin mereka, do the storytelling, interview The Geppettos, dll? Show us how the REAL ones were born".

Lantas, bagaimana pendapat ahli ekonomi mengenai hal ini?

Baca juga: Kejanggalan Asal-usul Tas Branded KW Milik Istri Sekda Riau

Mungkinkah barang branded "made in Europe" diproduksi di China?

Ekonom Universitas Gadjah Mada, Eddy Junarsin berpendapat bahwa barang mewah termasuk tas bermerek atau branded memiliki berbagai level yang berbeda-beda.

"Tas-tas mewah itu (punya) banyak level untuk brand berbeda. Yang level tertinggi tentu tidak dibuat di China, tetapi di negara masing-negara. Misalnya Hermes, Chanel, Louis Vuitton," ujar Eddy saat dihubungi Kompas.com, Selasa (15/4/2025).

Sementara itu, Eddy menjelaskan bahwa produk-produk yang berada pada level di bawahnya dapat diproduksi di negara lain, termasuk di negara-negara berkembang.

Karena itu, dia tidak setuju bahwa produk mewah Eropa level atas merupakan produksi China.

"Kalau yang level tertinggi nggak begitu. Kalau level kedua dan seterusnya, baru ada yang diproduksi di negara-negara bukan asalnya," ujarnya.

Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina dan Praktisi Pasar Modal, Wijayanto Samirin memiliki pendapat yang berbeda.

Wijayanto berpandangan bahwa barang branded Eropa yang diproduksi di China bukanlah hal yang baru.

"China adalah pabriknya dunia, ia bisa bikin hampir semua produk karena punya teknologi, skill, fasilitas dan material dengan harga yang jauh lebih murah dan tetap berkualitas tinggi karena ekosistem yang efisien dan vertical integration proses produksi," jelas Wijayanto kepada Kompas.com, Selasa (15/4/2025).

Karena itu, WIjayanto berpendapat bahwa produksi barang branded Eropa di China bukanlah masalah asal sesuai dengan ketentuan brand dalam hal desain dan kualitas.

Baca juga: Tas Branded Istri Pejabat Diaku Barang Tiruan, Apakah Membeli Barang KW Melanggar Hukum?

Sistem produksi tersebut lumrah dilakukan

"Ini tidak ada bedanya dengan sepatu Nike, Adidas, ON, atau Asics yang ternyata buatan China, Vietnam, India atau Indonesia. Atau baju mahal seperti Emporio Armani, LV, dll yang dibuat di luar negara asal brand," ujar Wijayanto.

Dia menerangkan bahwa hal tersebut wajar dilakukan di era globalisasi dan AI ini.

"Jika korporasi hanya tergantung pada satu negara saja, berarti ia tidak memanfaatkan manfaat yang dibawa oleh globalisasi dan integrasi teknologi," kata dia.

"Produk Apple, misalnya ... diproduksi di China, dengan sebagian komponen Korea, riset dan desain di AS, sementara Apple adalah legal entity di Irlandia. Apple hanya satu dari ribuan produk yang melakukan strategi yang sama," tambah Wijayanto.

Karena itu, Wijayanto mengatakan bahwa perang dagang yang diinisiasi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, akan membuat sistem produksi yang sudah berjalan secara efisien ini menjadi berubah atau terdisrupsi.

"Akan ada perubahan masif, jika Trump benar-benar menjalankan ancamannya," ujar Wijayanto.

Dia mengatakan bahwa tarif Trump yang terlalu tinggi terhadap Negara China menyebabkan banyak pergeseran proses produksi nantinya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi