KOMPAS.com - Puluhan video yang mengajak konsumen untuk membeli barang langsung dari pabrik di China, viral di media sosial TikTok.
Ajakan ini seiring dengan memanasnya perang dagang AS-China, sebagai upaya untuk mengurangi tarif tinggi yang dikenakan pada produk China oleh Presiden AS Donald Trump.
Produsen China mengungkapkan, ada banyak merek mewah yang dibuat di pabrik China dengan biaya minimal, yang dikirim ke Eropa untuk menerima label, dan dijual dengan harga yang tidak masuk akal.
Dalam sebuah video yang beredar, seorang wanita memperlihatkan apa yang dia klaim sebagai “grosir mewah terbesar di China”.
Barang-barang itu berjajar tas-tas dari merek terkenal, seperti Hermes, Louis Vuitton, dan Channel yang menurutnya berharga antara 250-500 dollar AS atau sekitar Rp 4-8 juta.
Sementara tas-tas mahal tersebut dijual dengan harga ribuan dollar di pasar dunia.
“Berkat tarif yang diberlakukan Presiden Trump baru-baru ini, produsen-produsen China untuk merek-merek mewah keluar dari hutan dan menawarkan penjualan langsung ke AS dengan harga yang lebih murah,” ujar seorang wanita, dikutip dari Alarabiya, Rabu (16/4/2025).
Video serupa beredar di media sosial, dengan para influencer dan produsen asal China yang mengeklaim memiliki akses ke pabrik-pabrik yang memproduksi barang-barang untuk merek-merek mewah.
Baca juga: Ramai soal Tas Bermerek Mewah Dibuat di China, Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Bagaimana respons brand terhadap klaim tersebut?
Saat ini, merek-merek di atas belum menanggapi secara resmi klaim-klaim tersebut.
Akan tetapi, Louis Vuitton telah berulang kali menyatakan di masa lalu bahwa tidak ada satu pun barangnya yang dibuat di China.
Perwakilan dari Lululemon juga mengklarifikasi kepada The Independent bahwa hanya tiga persen dari produk akhirnya yang diproduksi di China.
"Lululemon memproduksi sekitar 3 persen dari barang jadinya di Tiongkok Daratan. Lululemon tidak bekerja sama dengan produsen yang diidentifikasi dalam video daring dan kami mengimbau konsumen untuk waspada terhadap kemungkinan produk palsu dan misinformasi," kata Lululemon dalam pernyataannya.
Meskipun demikian, banyak pengguna TikTok yang masih tertarik dengan ide untuk memiliki barang mewah dengan harga murah dan menyambut baik video-video tersebut karena mengungkap sisi tersembunyi dari industri barang mewah.
Sebelumnya, merek-merek besar di masa lalu pernah dikecam karena praktik-praktik yang tidak etis dalam mengawasi para pemasok dan manufaktur mereka.
Tahun lalu, sebuah investigasi pengadilan Milan, Italia menduga adanya praktik manufaktur yang tidak etis terjadi secara sistemik di seluruh Italia.
Baca juga: Respons China Usai AS Naikkan Tarif Pajak Jadi 245 Persen
Menurut laporan dari Forbes yang mengutip dokumen pengadilan setebal 34 halaman, ada ribuan produsen kecil yang dimiliki oleh perusahaan asing memasok merek-merek mewah dengan barang-barang yang memiliki klaim label “Made in Italy”, namun diproduksi dengan harga “Made in China”.
Dokumen pengadilan tersebut mengungkapkan bagaimana satu produsen dapat memasok tas tangan bermerek Dior “Made in Italy” seharga 57 dollar AS atau sekitar Rp 950 ribu, yang kemudian dijual oleh Dior dengan harga sekitar 2.800 dollar AS atau sekitar Rp 47 juta.
Adapun label “Made in China” telah lama dikaitkan dengan produk murah yang dibuat dengan tergesa-gesa di pabrik dengan kondisi kerja yang buruk, dikutip dari Morocco World News, Senin (14/4/2025).
Sementara itu, sudah menjadi rahasia umum bahwa mode cepat bergantung pada proses manufaktur berbiaya rendah untuk meningkatkan margin keuntungan.
Namun, jika barang-barang mewah pun diproduksi dalam kondisi yang sama, maka akan merusak ilusi eksklusivitas dan kualitas yang diandalkan oleh konsumen kaya dan para pencari status.
Baca juga: Ramai soal Tas Bermerek Mewah Dibuat di China, Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Apa dampak perang dagang AS-China?
Video-video tersebut mulai muncul beberapa hari setelah AS meningkatkan perang dagangnya terhadap China, dengan menaikkan tarif impor dari negara itu menjadi 145 persen.
Adapun menurut laporan The Telegraph, Senin (14/4/2025), saat ini AS memproduksi sekitar 2 persen dari pakaian yang dijual di negaranya sendiri.
Hal ini memicu ejekan dari pengguna media sosial China, yang awal bulan ini mengunggah video buatan AI yang memperlihatkan orang Amerika yang kelebihan berat badan bekerja di pabrik.
Video tersebut berjudul "make America great again" dan telah ditonton ratusan ribu kali.
Reaksi keras di media sosial ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua negara terkait manufaktur.
Baca juga: Kebijakan Tarif Trump ke China Naik Jadi 245 Persen
Awal bulan ini, Wakil Presiden AS JD Vance menyebut pemasok China sebagai "petani".
"Untuk membuatnya sedikit lebih jelas, kami meminjam uang dari petani China untuk membeli barang-barang yang diproduksi oleh petani China tersebut," kata dia.
Padahal, China merupakan eksportir tekstil utama, di mana mereka memproduksi sekitar dua pertiga dari pakaian dunia.
AS sendiri merupakan pasar ekspor terbesar China, dengan negara tersebut mengirimkan tekstil senilai sekitar 49 miliar dollar AS ke Amerika tahun lalu.
Sementara merek-merek besar Amerika telah mulai mendiversifikasi produksi mereka agar tidak hanya bergantung pada China, dengan mengambil sumber dari pabrik-pabrik di Vietnam dan Indonesia.
Nike, misalnya, mengambil sekitar 18 persen alas kakinya dari China.
Adapun harga sahamnya telah merosot sekitar sepertiga sejak akhir Februari, ketika Presiden AS mulai meningkatkan serangannya terhadap Beijing.
Sementara merek pakaian H&M mengambil sebagian besar pakaiannya dari China dan Bangladesh. Sahamnya pun turun sekitar 11 persen selama dua bulan terakhir.
Perusahaan-perusahaan mode telah memperingatkan bahwa tarif akan menaikkan harga.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.