KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan bahwa Jakarta akan mengalami dampak besar gempa megathrust.
Seperti diketahui, bagian barat dan selatan Indonesia berbatasan langsung dengan Samudra Hindia yang menunjukkan pergerakan subduksi lempeng-lempeng tektonik aktif.
Baca juga: Pakar BRIN Sebut Megathrust Mentawai Simpan Potensi Gempa Besar dan Tsunami 5-10 Meter
Sebelumnya, pihak Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah menyebutkan bahwa Indonesia terancam seismic gap Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut.
Wilayah tersebut merupakan batas lempeng aktif yang tidak mengalami gempa besar atau gempa kecil selama lebih dari 30 tahun.
Baru-baru akun Instagram @infobmkg membagikan penjelasan Kepala BMKG Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D. tentang Megathrust yang mengancam Indonesia.
Kondisi tanah Jakarta mirip dengan Bangkok
Berkaca dari gempa Myanmar-Thailand yang menimbulkan kerusakan di Bangkok, Jakarta diprediksi akan mengalami nasib serupa.
Menurut Dwikorita, Jakarta punya struktur tanah serupa dengan Bangkok yang merasakan dampak gempa, padahal lokasinya berjauhan dari episentrum, sekitar ratusan kilometer.
Untuk itu, ia menyoroti kesiapan Indonesia dalam mitigasi gempa megathrust yang berpotensi membawa kerusakan besar di Jakarta.
"Apa yang perlu disiapkan bagi masyarakat atau pemerintah, atau kita (warga) Indonesia? Itu sebetulnya yang dikhawatirkan adalah kota-kota yang tanahnya lunak, misalnya Jakarta," kata Kepala BMKG dalam video yang diunggah pada Kamis (24/4/2025).
"Ini meskipun jaraknya ratusan kilometer dari sumber gempa, seperti di Myanmar. Kenapa Bangkok yang jaraknya ratusan kilometer, China yang ratusan kilometer bisa terdampak? Padahal jauh kan," lanjutnya.
Kemiripan Bangkok dan Jakarta, menurutnya, adalah struktur tanah yang lunak.
"Karena di Bangkok itu mirip Jakarta, tanahnya lunak," ucapnya.
Baca juga: Tsunami dan Gempa Megathrust M 8,8 Pernah Mengguncang Bengkulu, Terasa hingga Singapura
Kemudian, Dwikorita menjelaskan bahwa tanah lunak akan mengalami guncangan kencang ketika gempa bumi berlangsung.
Karena gempa menghasilkan gelombang di atas tanah, struktur batuan lunak sifatnya akan semakin labil.
"Jadi tanah-tanah lunak meskipun jaraknya jauh dari sumber gempa dia akan mengalami... perambatan gelombang kalau di tanah lunak itu getarannya menjadi menguat," terang Dwikorita.
"Begitu masuk tanah lunak meskipun jaraknya jauh, seperti di Meksiko, di Jakarta, di Bangkok, kota mana lagi yang tanahnya lunak, dia getarannya akan kuat. Yang dikhawatirkan itu, guncangannya akan menguat meskipun jaraknya ratusan kilometer," sambungnya.
BMKG berkoordinasi dengan pemerintah provinsi setempat terkait dampak megathrust
Dengan keadaan sedemikian rupa, Kepala BMKG menjelaskan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan pemerintah provinsi untuk memastikan bangunan sudah tahan gempa atau belum.
"Sehingga pertanyaannya sudah siapkah bangunan-bangunan gedung di Jakarta, di tanah-tanah lunak itu?" ucapnya.
Dalam hal ini, Dwikorita sudah menyampaikan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemprov Jakarta untuk melakukan inspeksi.
"Untuk meyakinkan bangunan-bangunan yang tower-nya tinggi-tinggi itu dipastikan sudah siap untuk menghadapi guncangan yang menguat tadi," bebernya.
Lebih lanjut, Dwikorita memaparkan bahwa guncangan Jakarta akan lebih besar apabila dibandingkan dengan Pelabuhan Ratu apabila megathrust Selat Sunda terjadi.
"Jadi bisa berapa kali lipat kekuatannya jika dibandingkan dengan Pelabuhan Ratu misalnya, yang lebih dekat (tidak begitu terasa) karena batuannya keras," kata Dwikorita
"Perambatan gelombang gempa kalau nembus benda yang keras, dia akan diredam. Begitu lolos, keluar, ke yang longgar langsung (keras) lagi," tambahnya.
Baca juga: Ramai soal Fenomena Ikan Terbang Dikaitkan dengan Gempa Megathrust, Ini Faktanya
Mana daerah yang sudah siap?
Kemudian, kepala BMKG memberikan pemisalan bahwa Bandara Internasional Yogyakarta (Yogyakarta International Airport/YIA) telah memiliki kesiapan mitigasi gempa megathrust.
Bandara di Kulonprogo itu mempunyai struktur bangunan yang sudah disiapkan untuk menghadapi gempa dan tsunami.
"Contoh yang sudah siap itu di Yogyakarta, Bandara Internasional, itu di zona merah, rawan gempa, rawan tsunami," ujar Dwikorita.
"Tapi itu justru tempat yang bisa mengamankan masyarakat di sana. Jadi kalau kita ada di bandara ada gempa sampai 8,7, insyaallah bangunannya sudah didesain kuat," imbuhnya.
Apabila terjadi gempa di sekitar bandara, masyarakat hendaknya berlindung di dalam bangunan yang didesain seaman mungkin ketika lapisan bumi berguncang.
"Jadi jangan lari keluar cari tempat lain, yang paling aman di situ, level terminal mezzanine dan level 2, itu mampu menampung 10.000 orang. Ada crisis center mampu menampung 2.000 orang," tutur Dwikorita.
Baca juga: Bayang-bayang Gempa Megathrust di Indonesia dan Pentingnya Upaya Mitigasi
"Kenapa harus di level mezzanine dan level 2? Karena bawah kena tsunami," sambungnya.
Selain itu, desain bangunan melingkar seperti gedung BMKG juga dianggap relatif aman terhadap gempa.
Menurut Kepala BMKG, bangunan-bangunan di tanah lunak perlu diperiksa lagi apakah sudah tahan gempa atau belum.
Apalagi, gempa megathrust Selat Sunda kekuatannya diprediksi mencapai 8,7 Magnitudo.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.