KOMPAS.com - Kasus WNI terlibat penipuan online di Kamboja hingga Maret 2025 meningkat 174 persen dari periode yang sama pada tahun lalu.
Hal ini dikabarkan oleh KBRI Phnom Penh yang menangani 1.301 kasus dengan 85 persen atau 1.112 kasus di antaranya melibatkan penipuan daring atau online scam.
Dilansir dari RRI, Sabtu (26/4/2025), Dubes RI untuk Kamboja, Santo Darmosumarto, menyatakan bahwa masih banyak WNI yang terbuai dengan tawaran kerja dengan gaji tinggi dan kualifikasi minim.
Padahal, pada realitasnya, para WNI yang terlibat scam online tersebut mendapatkan kekerasan fisik seperti disetrum hingga diancam apabila tidak memenuhi target.
“(Pekerja tersebut) kalau tidak mencapai target, mereka bukan hanya didenda, tapi juga diintimidasi, dipukul, disetrum, bahkan dijual ke kelompok lain," kata Divisi Bantuan Hukum Migrant Care, Nur Harsono dilansir dari Kompas.com, Kamis (24/4/2025).
Nur menyampaikan hal tersebut dalam Seminar Nasional Transformasi Digital: Jeratan Scamer Judi Online Lintas Negara dan Upaya Penyelamatan PMI/WNI Bermasalah Sebagai Korban TPPO dari Luar Negeri, di Auditorium PBNU Jakarta, pada Kamis (24/4/2025).
Pertanyaan yang timbul dari maraknya kasus ini adalah, mengapa banyak masyarakat terjerat iming-iming pekerjaan ilegal di luar negeri?
Baca juga: Kenali Modus Penipuan Online lewat Gmail yang Berisiko Kuras Saldo Rekening
Minimnya lapangan kerja jadi pemicu
Sosiolog Universitas Sebelas Maret, Drajat Tri Kartono, menjelaskan mengenai banyaknya WNI yang terjerat kerja ilegal dari perspektif sosiologi.
"Jadi selama riset saya terkait WNI yang bekerja di luar negeri secara ilegal dan di sana mereka bisa terperangkap dengan pekerjaan dan kehidupan yang tidak sesuai dengan aturan setempat, itu berasal dari daerah yang kekurangan lapangan kerja," terang Drajat saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (26/4/2025).
Dia mengatakan bahwa misalnya di Pulau Lombok yang memiliki lapangan pekerjaan mayoritas dalam bidang pertanian. Bidang ini tidak dapat diterapkan dalam perdagangan skala besar sehingga memiliki lapangan pekerjaan minim.
Dengan begitu, tenaga kerja di daerah yang minim lapangan kerja dapat tergiur dengan tawaran bekerja di luar negeri dan berani mengadu nasib di sana.
"Jika ada tawaran kerja di luar negeri, mereka mau berangkat tanpa pengetahuan yang cukup tentang hukum bekerja di negara orang lain, izin kerja, dan tanpa bekal ekonomi yang cukup," terang Drajat.
Baca juga: Kasus WNI Jadi Pekerja Online Scam Melonjak, Apa Sebabnya Menurut Pakar?
Tawaran sering datang dari orang terdekat
Selain itu, Drajat juga menerangkan bahwa sebagian orang yang tergoda dengan pekerjaan di luar negeri mendapat tawaran pekerjaan dari kerabatnya sendiri sehingga memiliki rasa percaya untuk mengambilnya.
"Yang kedua, kebanyakan dari mereka juga istilahnya di riset saya embededdness," tambahnya.
Embededdness adalah sebuah konsep tindakan ekonomi terlekat pada jaringan sosial. Drajat menjelaskan bahwa embededdness yang kuat terletak pada keluarga, teman, atau saudara sekampung.
"Jadi, ada di antara mereka yang berangkat ke luar negeri sebagai wisatawan, lalu diiiming-imingi saudara sendiri mengenai untuk tetap tinggal dan dibantu dicarikan pekerjaan. Mereka pun setuju karena ada jaminan sosial," kata dia.
Penipuan lowongan kerja juga banyak terjadi
Sementara itu, beberapa WNI yang terjerat dengan pekerjaan ilegal di luar negeri juga terkait dengan penipuan lowongan kerja.
Baca juga: Google Rilis Fitur Enhanced Fraud Protection di Indonesia, Cegah Penipuan Online
"Berangkat dengan PJTKI (Perusahaan Tenaga Kerja Indonesia) yang sah atau setengah sah. Namun sampai di sana ada masalah katakanlah pabriknya bangkrut atau tutup," ujarnya.
Drajat mengatakan bahwa keadaan tersebut membuat TKI sangat bergantung dengan broker-broker yang membawanya.
Sebab, mereka tidak memiliki modal dan informasi yang cukup untuk mendapat akses ke KBRI.
Karena itu, mereka rentan dengan pekerjaan-pekerjaan ilegal seperti judi online atau kurir narkoba.
"Mereka sulit menolak karena tidak mungkin pulang menanggung ongkos pesawat atau kapal. Dan juga ada rasa malu kalau langsung pulang," terangnya.
Drajat pun menyatakan bahwa pemerintah perlu memastikan bahwa pengiriman TKI sudah benar-benar terlembaga dan PJTKI ilegal harus dihentikan oleh negara.
Dia menambahkan bahwa para TKI harus mendapat pendampingan misalnya dari KBRI atau NGO terkait hingga dapat hidup dan bekerja di luar negeri.
"Karena jika tidak, begitu pekerjaan sudah luput, mereka seperti terpenjara di sebuah negara, mau pulang tidak bisa karena terlalu lemah," kata dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.