KOMPAS.com - Tim Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) mengungkap banyaknya kasus kecurangan yang terjadi selama pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK SNBT) 2025.
Pengumuman tersebut disampaikan oleh Ketua Tim Penanggung Jawab SNPMB, Prof Eduart Wolok, melalui tayangan live YouTube SNPMB ID pada Selasa, (29/4/2025).
Dilansir dari Kompas.com, Selasa (29/4/2025), Eduart mengungkap beberapa modus kecurangan UTBK, antara lain mengambil foto layar PC dengan perangkat yang disembunyikan dan menggunakan joki ujian.
Tidak hanya itu, Eduart juga mengatakan bahwa terdapat dugaan keterlibatan sebuah lembaga bimbingan belajar (bimbel) di Jogja dalam kecurangan UTBK tersebut.
Dugaan tersebut pada saat ini masih dalam tahap penyelidikan.
Eduart menjelaskan bahwa modus kecurangan bimbel tersebut dimungkinkan melalui dua cara.
Dilansir dari Kompas.com, Selasa (29/4/2025), cara pertama adalah dengan menyediakan joki pengganti peserta UTBK.
Cara kedua, pihak bimbel mengikuti UTBK tahun ini untuk merekam soal-soal sebagai bahan bimbingan tahun selanjutnya.
"Itu kan klaim bimbel selalu 100 persen lulus UTBK. Nah secara analisis, agak menjadi tanda tanya. Karena Tes Potensi Skolastik itu kan menguji sisi skolastik peserta dan tergantung dari si peserta itu sendiri. Bagaimana (bimbel) bisa menjamin 100 persen peserta lulus?" ujar Eduart.
Lantas, terkait maraknya kasus kecurangan UTBK hingga melibatkan lembaga bimbel, bagaimana tanggapan pengamat pendidikan?
Baca juga: 5 Modus Kecurangan yang Terungkap Selama UTBK 2025
Akar penyebab fenomena kecurangan UTBK dari tahun ke tahun
Pengamat Pendidikan, Ina Liem, menanggapi bahwa fenomena kecurangan dalam UTBK, termasuk keterlibatan bimbel merupakan tanda bahwa akar masalah pendidikan belum dibenahi.
"Fenomena kecurangan dalam UTBK, termasuk keterlibatan bimbingan belajar, bukanlah kejadian pertama, dan sangat mungkin bukan yang terakhir, selama akar masalahnya belum dibenahi," terang Ina saat dihubungi Kompas.com, Rabu (20/4/2025).
Ina menjelaskan bahwa fenomena kecurangan UTBK bukanlah sekadar isu teknis, melainkan cerminan dari permasalahan karakter bangsa.
"Mentalitas jalan pintas yang tumbuh karena sistem yang selama puluhan tahun terlalu fokus pada angka dan nilai semata," ujar Ina.
Dia mengatakan bahwa paradigma pendidikan di Indonesia telah lama terjebak dalam praktik "teaching to the test".
"(Yaitu) di mana keberhasilan siswa diukur semata-mata dari skor, bukan dari kompetensi nyata atau integritas personal," jelasnya.
Baca juga: Viral, Video Peserta UTBK Kedapatan Tempelkan HP di Dada, Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Ina berpendapat bahwa pendekatan belajar ini justru akan diperkuat lagi dengan kebijakan Kemendikdasmen yang menambah Tes Kemampuan Akademik (TKA) dalam seleksi masuk perguruan tinggi.
Padahal, menurutnya, kurikulum Merdeka sudah menawarkan alternatif yang lebih relevan dengan tantangan Industri 4.0, yakni melalui pembelajaran berbasis proyek, kolaboratif, dan kontekstual.
"Memang betul banyak guru belum siap. Tapi perkembangan industri tidak menunggu guru siap. Justru kita yang harus berlari mengikuti perkembangan zaman demi anak-anak kita," ujar dia.
Kekurangan model pendidikan berbasis tes seleksi
"Jika kita ingin membentuk SDM unggul, pembenahan harus dimulai dari cara kita mendefinisikan makna 'berprestasi'. Bukan sekadar siapa yang lulus tes, tapi siapa yang mampu berpikir kritis, bekerja sama, dan menjunjung integritas," terang Ina.
Dirinya mengatakan bahwa akibat dari sistem pendidikan yang terlalu lama terjebak pada mentalitas nilai dan tes sudah terlihat nyata, yakni melalui fakta bahwa 9,9 juta Gen Z menganggur.
"Mereka tidak hanya kalah dalam persaingan domestik, tapi juga kesulitan bersaing dengan SDM global yang dibentuk melalui sistem yang lebih adaptif, kontekstual, dan berorientasi pada kompetensi nyata," terang Ina.
Menurutnya, fenomena kecurangan UTBK menjadi alarm serius bahwa pendekatan pendidikan harus dirombak secara fundamental.
"Jika kita terus menilai potensi anak muda hanya dari skor ujian, maka kita sedang mencetak generasi yang cerdas di atas kertas, tapi rapuh di lapangan," kata dia.
Baca juga: Ada 14 Kecurangan UTBK, Apa Respons Panitia SNPMB?
Langkah mengatasi kecurangan UTBK
Senada dengan Ina, Pengamat Pendidikan yang lain, Dony Kusuma, mengatakan bahwa kecurangan UTBK sudah sering terjadi.
"Setiap sistem dalam praktik bisa dicurangi. Maka, sistem yang mampu menganalisis kecurangan dan memberi sanksi efektif atas kecurangan ini harus dilakukan," ujar Dony saat dihubungi Kompas.com, Rabu (30/4/2025).
Dia mengatakan bahwa sistem dan pelaksanaan pelaksanaan UTBK harus diperketat termasuk memastikan yang mengerjakan ujian adalah siswa, dan bukan joki.
Selain itu, analisis sistem jawaban soal berdasarkan anomali juga harus dibuat dan sanksi pidana harus diberikan pada pelaku kecurangan.
"Tindakan preventifnya adalah sosialisasi dan edukasi persoalan UTBK, bagaimana mempersiapkan diri dan apa strateginya. Termasuk adanya try out model soal," terang Dony.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.