Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro-Kontra Usulan Vasektomi Jadi Syarat Penerima Bansos

Baca di App
Lihat Foto
canva.com
ilustrasi vasektomi.
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tengah berencana untuk membuat kebijakan yang mewajibkan penerima bantuan sosial (bansos) mengikuti program Keluarga Berencana (KB).

Gubernur yang akrab disapa Kang Dedi itu berencana mewajibkan peserta bansos di provinsinya menjadi bagian dari program KB terutama KB pria Vasektomi.

Langkah itu dilakukan untuk menekan kehamilan dalam sebuah keluarga agar tidak memiliki banyak anak.

Sebab, selama ini bantuan pemerintah terus menumpuk pada satu keluarga yang jumlah anggotanya tidak terkendali.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Makanya berhentilah bikin anak kalau tidak sanggup menafkahi dengan baik," kata Kang Dedi dikutip dari Kompas TV, Selasa (29/4/2025).

Sehingga, kata dia, bantuan pemerintah bisa dialihan untuk membangun rumah sederhana, sambungan listrik baru, hingga beasiswa.

Baca juga: Dedi Mulyadi Akan Bina Siswa Nakal ke Barak Militer, Pengamat: Bukan untuk Semua Siswa

Tuai pro-kontra

Usulan vasektomi menjadi syarat bagi masyarakat Jabar untuk bisa mendapatkan bansos tidak lepas dari pro-kontra.

Di satu sisi, ada pihak mendukung langkah ini karena dinilai sebagai upaya strategis untuk membantu mengelola pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Di sisi lain, ada yang mengkritik kebijakan itu salah satunya karena bisa menimbulkan ketidakseimbangan demografi. Populasi yang menyusut atau menua secara cepat dianggap dapat menyebabkan beban ekonomi berpindah ke generasi muda yang semakin sedikit.

Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), John Eddy Junarsin, menilai bahwa wacana menjadikan program KB vasektomi sebagai syarat menerima bantuan sosial (bansos) di Jawa Barat kurang tepat, meskipun memiliki niat yang baik.

Menurut Eddy, jumlah penduduk justru menjadi salah satu faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi, khususnya dalam mendorong konsumsi rumah tangga sebgai komponen utama dalam Produk Domestik Bruto (PDB).

Selain itu, populasi usia muda juga memiliki peran strategis dalam mendukung investasi dan ekspor dalam negeri.

"Memang jumlah penduduk yang besar membawa tantangan, tetapi di sisi lain, mereka juga merupakan sumber daya yang berharga," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (30/4/2025).

Ia menyadari bahwa negara dengan jumlah penduduk besar menghadapi tantangan serius, seperti terbatasnya lapangan kerja dan meningkatnya kesenjangan ekonomi.

Namun, Eddy menekankan bahwa jika dikelola dengan baik, penduduk bisa menjadi kekuatan luar biasa dalam bidang ekonomi, politik, teknologi, bahkan pertahanan.

Daripada membatasi jumlah penduduk melalui kebijakan seperti wajib vasektomi, Eddy menyarankan agar pemerintah fokus pada pengelolaan sumber daya manusia secara optimal.

Hal ini dapat dimulai dengan memperkuat sistem pendidikan yang bermutu, tak hanya dari sisi akademik, tetapi juga pembentukan karakter dan mental.

"Pemerintah harus mendorong invensi dan inovasi, baik dalam teknologi produk maupun proses. Kuncinya adalah pendidikan yang ciamik," ucapnya.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti pentingnya ruang kebebasan berpikir dan berbicara bagi anak-anak di sekolah maupun masyarakat umum.

Dengan membiasakan diri untuk berpikir bebas dan solutif, masyarakat diharapkan akan lebih mudah menciptakan inovasi yang mampu menjawab masalah kemiskinan.

"Inovasi akan melahirkan bakat dan produk-produk kompetitif. Itu akan menghasilkan uang, meningkatkan PDB, dan membuat provinsi serta negara kita semakin sejahtera," ungkap Eddy.

Baca juga: Daftar Kendaraan Dinas yang Dibagi-bagikan Dedi Mulyadi

Dokter: vasektomi efektif kendalikan populasi, tapi...

Dokter spesialis urologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Ponco Birowo, menyatakan bahwa vasektomi merupakan metode kontrasepsi pria yang sangat efektif untuk mencegah kehamilan.

"KB vasektomi itu sangat mudah, efektif, dan murah," kata Ponco saat dihubungi Kompas.com, Rabu (30/4/2025).

Menurutnya, tingkat keberhasilan metode ini mencapai 99 persen. Namun, partisipasi pria dalam program vasektomi di Indonesia memang masih sangat rendah, yakni hanya sekitar 1–3 persen.

Angka ini jauh tertinggal dibandingkan dengan metode tubektomi (kontrasepsi permanen pada perempuaa) yang partisipasinya mencapai 15–20 persen.

Padahal, lanjut Ponco, risiko efek samping vasektomi sangat kecil, apalagi dengan teknik tanpa pisau (no-scalpel vasectomy).

Efek samping seperti infeksi, pendarahan, atau pembengkakan memang mungkin terjadi, tetapi kasusnya sangat jarang.

Menanggapi wacana Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang akan mewajibkan vasektomi sebagai syarat menerima bantuan sosial (bansos), dokter Ponco menyatakan dukungannya.

"Asal peserta bansosnya memang sudah punya anak. Kalau belum punya anak, tidak boleh vasektomi karena ini termasuk kontrasepsi mantap," tegasnya.

Tetapi, ia menekankan bahwa keputusan untuk mengikuti KB vasektomi tetap harus dikembalikan pada pilihan masing-masing warga. Tidak boleh ada unsur paksaan.

"Masyarakat yang tidak ingin ikut program vasektomi tetap boleh, tapi harus siap dengan konsekuensinya, misalnya tidak menerima bansos. Sama seperti masa pandemi Covid-19, boleh saja tidak vaksin, tapi risikonya tidak bisa masuk mal, naik pesawat, atau kereta," jelas Ponco.

Baca juga: Profil Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan, Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Barat 2025-2030

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi