Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warganet Khawatirkan QRIS Bisa Buka Data Pribadi, Benarkah Demikian?

Baca di App
Lihat Foto
Muhammad Idris/Money.kompas.com
Qris.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Lini masa media sosial X ramai membicarakan sistem Quick Respone Code Indonesia (QRIS) yang disebut terekam secara digital sehingga pemerintah dapat memantau aktivitas pembelian masyarakat.

Hal ini diungkapkan oleh akun @su****ora**** yang menuliskan, "semua pakai qris -> pemerintah tau u beli apa - > data mining - > ketahuan orientasi seksual u, penyakit u, hobi kemana, artis favorit, dkk. No privacy," pada Selasa (29/4/2025).

Cuitan tersebut memiliki maksud bahwa sistem pembayaran QRIS dinilai dapat melakukan data mining, yakni proses analisis data transaksi untuk mencari pola perilaku.

Dari pola perilaku tersebut, maka sistem dapat menebak hal-hal pribadi seseorang, seperti orientasi seksual dan hobinya.

Dengan begitu, pemerintah disebut dapat memantau aktivitas dan data pribadi seseorang sehingga masyarakat tidak lagi memiliki privasi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warganet pun membalas dengan membenarkan unggahan tersebut, tidak percaya, ataupun melontarkan humor.

Lantas, benarkah QRIS dapat memantau transaksi dan melakukan data mining?

Baca juga: Kenapa AS Khawatir pada GPN, QRIS, dan Aturan Halal Indonesia?

Pakar siber sebut QRIS hanya berisi data pencatatan transaksi

Pakar Keamanan Siber, Pratama Dahlian Persadha, menanggapi bahwa pertanyaan terkait apakah QRIS dapat mengekstraksi informasi pribadi pengguna sering kali muncul sebagai kekhawatiran publik.

"Secara teknis QRIS sendiri tidak memiliki kemampuan bawaan untuk mendeteksi isi pembelian secara rinci," ujar Pratama saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (3/5/2025).

Pratama menjelaskan bahwa sistem QRIS hanya dapat memfasilitasi proses pembayaran dan informasi yang dikumpulkan umumnya terbatas.

Informasi yang tercatat oleh QRIS biasanya meliputi identitas pengguna (berdasarkan akun pembayaran yang digunakan), nominal transaksi, serta identitas merchant.

"(Informasi tersebut) digunakan untuk keperluan pencatatan, verifikasi transaksi, dan kepatuhan terhadap regulasi anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme," lanjutnya.

Meskipun begitu, Pratama mengatakan bahwa bukan berarti privasi pengguna sepenuhnya tertutup dari potensi pelacakan.

Dia mengatakan bahwa penyedia layanan pembayaran digital dan Bank yang digunakan pengguna bisa saja menyimpan riwayat pembayaran yang dilakukan melalui QRIS.

Pelacakan transaksi tidak hanya bisa dilakukan lewat QRIS

Pratama menambahkan, pelacakan transaksi keuangan oleh pemerintah tidak hanya didapat melalui QRIS, melainkan seluruh transaksi keuangan yang dilakukan lewat perbankan atau lembaga keuangan lainnya.

Baca juga: US Khawatirkan Penggunaan GPN dan QRIS di Indonesia, Apa Kata Ahli Ekonomi?

"Dalam praktiknya, pelacakan ini dilakukan melalui kerja sama antara instansi pemerintah seperti Direktorat Jenderal Pajak, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan, dengan para pelaku industri sistem pembayaran, termasuk penyedia layanan dompet digital, perbankan, dan operator QRIS," terang Pratama.

Dia pun mengingatkan bahwa penggunaan data transaksi oleh pemerintah tetap berada dalam koridor hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dan ketentuan rahasia bank.

Senada dengan Pratama, Pakar Keamanan Siber Vaksincom, Alfons Tanujaya, menanggapi bahwa pemantauan transaksi pembelian melalui QRIS bukan hal yang perlu dikhawatirkan.

"Ya sama saja dengan ketika belanja di online shop. Penyelenggara layanan akan tahu kalau kamu belanja apa saja, pakai kartu kredit, kartu debit, belanja dimana saja," ujar Alfons saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (3/5/2025).

Dia menambahkan bahwa transaksi digital tersebut dapat diketahui Bank Indonesia dan merupakan data yang cukup penting secara jangka panjang karena memperlihatkan pola belanja.

Walaupun begitu, dia mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu merasa khawatir.

"Harusnya tidak masalah, ya. Sebenarnya data itu cukup penting kalau jangka panjang karena pattern belanja ketahuan. Tapi kalau bank atau lembaga yang cukup besar harusnya mereka tidak menyalahgunakan," terang dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi