KOMPAS.com - Presiden Prabowo Subianto mengumumkan akan menghapus sistem kerja outsourcing dalam pidatonya dalam peringatan Hari Buruh Internasional 2025 di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025).
Sebagai komitmen untuk menghapuskan sistem outsourcing, Prabowo mengatakan akan membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional.
Badan ini akan berperan sebagai penasihat presiden dalam menyusun arah kebijakan terkait ketenagakerjaan, misalnya terkait hak dan perlindungan pekerja.
Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional ini juga yang nantinya akan mengkaji dan merumuskan mekanisme peralihan yang tepat menuju penghapusan outsourcing.
Prabowo ingin penghapusan outsourcing dilakukan bertahap
Walaupun begitu, Prabowo mengatakan bahwa penghapusan outsourcing harus dilakukan secara bertahap dan mempertimbangkan iklim investasi.
"Kita ingin hapus outsourcing. Tapi kita juga harus realistis. Kita harus menjaga kepentingan para investor juga. Kalau tidak ada investasi, tidak ada pabrik, maka buruh juga tidak bisa bekerja," terang Prabowo, dikutip dari Kompas.com, Kamis (1/5/2025).
Baca juga: Kemenaker Ungkap Aturan Pemberian THR bagi Pekerja Outsourcing, Siapa yang Bayar?
Sebelumnya, diketahui bahwa sistem outsourcing sendiri telah dilegalisasi pada masa pemerintahan Presiden Kelima RI, Megawati Soekarnoputri, melalui UU Ketenagakerjaan tahun 2004.
Dilansir dari Kompas.com, Jumat (2/5/2025), sistem outsourcing dianggap menguntungkan pelaku bisnis karena menekan biaya operasional perusahaan dengan menyerahkan kepentingan administratif seperti gaji dan tunjangan karyawan pada perusahaan penyedia jasa tenaga kerja.
Namun, bagi kelompok pekerja, sistem outsourcing dianggap merugikan karena ketidakpastian status kerja, gaji rendah, tidak adanya jaminan sosial yang layak, serta kemungkinan pemutusan kerja kapan saja.
Lantas, sudah tepatkah rencana Presiden Prabowo Subianto terkait penghapusan outsourcing?
Baca juga: Prabowo Luncurkan Program Bantuan Guru Honorer Tahun 2025, Berapa Jumlahnya?
Ekonom tanggapi rencana penghapusan outsourcing
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, berpendapat bahwa sistem outsourcing dapat meningkatkan efisiensi dan fleksibilitas bidang ketenagakerjaan.
"(Sistem) Ini membantu dunia usaha untuk bisa fokus pada bisnis inti dan menyerahkan hal-hal yang sifatnya support ke pihak ketiga yang memang ahli di bidangnya," jelas Wijayanto saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (3/5/2025).
Dalam konteks ini, Wijayanto mengatakan bahwa outsourcing dapat menurunkan risiko bisnis dan mendongkrak aktivitas bisnis.
Dengan begitu, hal ini pada gilirannya akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, baik pada perusahaan outsourcing maupun non-outsourcing.
Dia melanjutkan bahwa permasalahan yang muncul adalah tingkat kesejahteraan karyawan outsourcing yang dipersepsikan di bawah standar.
Meski demikian, menurut Wijayanto, pada faktanya terdapat banyak perusahaan outsourcing yang mampu menyejahterakan dan meningkatkan keahlian karyawan.
Baca juga: Kisah Marsinah yang Didukung Prabowo Jadi Pahlawan Nasional Wakili Buruh
"Menurut hemat saya, arah kebijakan pemerintah sebaiknya bukan dengan melarang outsourcing tetapi memperbaiki iklim bekerja di perusahaan-perusahaan outsourcing," jelasnya.
"Dalam kondisi Indonesia di mana jumlah mereka yang setengah menganggur masih sangat tinggi, bekerja pada perusahaan outsourcing masih merupakan pilihan yang akan mendongkrak kesejahteraan mereka," lanjut dia.
Wijayanto menjelaskan bahwa hal ini dikonfirmasi oleh fakta lapangan yang menunjukkan peminat dalam setiap rekruitmen perusahaan outsourcing masih terus membeludak.
"Apa yang disampaikan oleh pak Prabowo jangan dimaknai letterlijk , tetapi dimaknai sebagai pesan bahwa kondisi ketenagakerjaan di Indonesia perlu diperbaiki, khususnya kondisi kerja dan kesejahteraan para pekerja," imbuhnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.