KOMPAS.com - Bangsa Mesir kuno telah menggambarkan "sungai" Bima Sakti dalam kesenian mereka sejak sebelum masehi.
Penggambaran Bima Sakti ini ditemukan pada lukisan peti mati melalui sosok dewi langit bangsa Mesir Kuno yang bernama Nut.
Baca juga: Mengenal Horus, Dewa Mesir Kuno yang Sering Dikaitkan dengan Firaun
Seorang astrofisikawan Or Graur dari Universitas Porthsmouth Inggris menganalisis ratusan peti mati dan melakukan interpretasi terhadap lukisannya.
Ia menemukan simbol Dewi Nut di sisi peti mati yang rumit sebenarnya menggambarkan bidang galaksi.
Dalam Journal of Astronomical History and Heritage yang terbit pada Rabu (30/4/2025), Graur berpendapat bahwa pola yang tergambar pada peti mati kuno Mesir sangat terperinci.
Pada peti mati itu, tampak pola rinci yang mencakup jalinan debu tebal berkelok-kelok yang dijalin serupa sungai bintang di langit malam.
Dewi Nut dianggap mewakili gambar Bima Sakti
Dalam kosmologi Mesir kuno, Dewi Nut merupakan entitas tertua dalam jajaran para dewa. Ia menguasai langit malam dan semua hal di dalamnya.
Sang Dewi kerap digambarkan sebagai wanita dengan tubuh diselimuti objek kosmik seperti bintang dan matahari. Lekuk tubuhnya melengkung seperti langit menaungi sosok-sosok yang hidup di atas bumi.
Sebelumnya dalam sebuah makalah terbitan April 2024, Graur mengungkap studinya berdasarkan teks-teks kuno menunjukkan bahwa orang Mesir kuno mungkin telah melihat bidang Bima Sakti sebagai manifestasi sosok Nut.
Sebagai tindak lanjut dari hipotesisnya, Graur mempelajari seni yang tampak pada peti mati dari Mesir kuno.
Menurut pengamatannya, dewi itu sering muncul dalam seni pemakaman seperti tugasnya melindungi orang mati saat sedang menuju akhirat.
Hal ini membuat Graur mempelajari penggambaran Nut seperti yang terlukis pada elemen peti mati hingga sekitar 4.600 tahun lalu.
Pada sebagian besar peti-peti itu, sang dewi tampak telanjang atau berselimut bintang.
Baca juga: Makam Dokter Berusia 4.100 Tahun Ditemukan di Mesir, Disebut Perawat Firaun
Kemudian, Graur menemukan bahwa peti mati seorang wanita yang hidup selama Dinasti ke-21 sekitar tahun 1077 dan 943 SM telah menunjukkan fitur menjanjikan.
Pemilik peti mati itu adalah Nesitaudjatakhet, seorang penyanyi yang mengabadikan diri kepada Mut dan Amun-Ra. Pada bagian luar peti matinya, lukisan Nut menyertakan garis yang panjang, tebal dan bergelombang di sepanjang tubuh sang dewi. Di kedua sisinya, bintang-bintang terlukis di sana.
"Saya pikir lengkungan bergelombang itu menggambarkan Bima Sakti dan bisa jadi merupakan representasi dari Great Rift, pita debu gelap yang memotong pita cahaya terang Bima Sakti yang menyebar," kata Graur.
"Membandingkan penggambaran ini dengan foto Bima Sakti menunjukkan kemiripan yang mencolok," ujarnya.
Lukisan-lukisan Dewi Nut yang lain
Selain itu, lukisan Nut yang mendukung hipotesis Graur tidak hanya ditemukan pada peti penyanyi tersebut. Namun, rupanya memang cukup langka.
Sejauh ini, astrofisikawan itu hanya mengidentifikasi empat contoh lain yang menunjukkan tubuh Nut disertai atau ditandai garis panjang bergelombang. Hanya saja, empat contoh itu bukanlah peti mati.
Di makam Ramses IV, VI, dan IX, sang dewi muncul dua kali untuk menggambarkan siang-malam. Penggambaran itu dipisahkan oleh garis bergelombang.
Dari kelangkaan tersebut, Graur berpendapat bahwa Nut bukanlah Bima Sakti meski ada hubungannya.
"Saya tidak melihat kurva bergelombang serupa dalam representasi kosmologis Nut lainnya dan menurut saya kelangkaan kurva ini memperkuat hipotesa dalam sebuah studi teks kuno tahun lalu," ucap Graur.
"Yaitu bahwa meskipun ada hubungan antara Nut dan Bima Sakti, keduanya bukanlah satu dan sama," sambungnya.
Baca juga: Mengapa Kucing Menjadi Simbol Ketuhanan bagi Bangsa Mesir Kuno?
Dari penelitian Graur, terungkap bahwa banyak yang tidak diketahui manusia modern tentang bagaimana interaksi kompleks antara spiritualitas Mesir kuno dan ilmu pengetahuan.
Peneliti juga menganggap bahwa manusia belum menemukan bagaimana dewa-dewi Mesir digambarkan demikian.
Selain itu, penelitian ini juga membuktikan bahwa studi interdisipliner mengarahkan pada wawasan baru serta persprektif baru.
Sehingga, Graur beranggapan betapa pentingnya akses terhadap sumber daya sehingga mendorong digitalisasi koleksi museum.
"Katalog yang disusun di sini menggarisbawahi pentingnya mendigitalkan katalog museum secara penuh dan menyediakan akses gratis ke katalog tersebut melalui situs web yang dapat diakses publik," terang Graur.
"Saya sangat berterima kasih kepada museum-museum yang telah menyediakan akses ke koleksi mereka dengan cara ini. Saya mendesak museum-museum lain (dan pemerintah dan yayasan swasta yang mendanai mereka) untuk membuat koleksi digital serupa," sambungnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.