KOMPAS.com - Pemimpin umat Katolik dunia, Paus Fransiskus, meninggal di usia 88 tahun dan telah dimakamkan di Santa Maria Maggiore, Italia.
Setelah proses pemakaman Paus Fransiskus usai, perhatian umat Katolik dan dunia tertuju pada tahapan berikutnya dalam suksesi kepemimpinan Gereja Katolik, yakni konklaf atau proses pemilihan Paus baru.
Dalam tradisi yang telah berlangsung selama berabad-abad ini, warna asap yang keluar dari cerobong Kapel Sistina saat konklaf menjadi simbol penting yang dinanti publik.
Asap hitam mengartikan bahwa Paus baru belum terpilih dan pemilihan suara kembali dilakukan oleh para kardinal.
Sementara, asap putih menandakan bahwa sudah ada Paus baru yang terpilih melalui pemilihan suara.
Sebagai informasi, konklaf sendiri dimulai pada hari ini, Rabu (7/5/2025).
Baca juga: Konklaf Dimulai Hari Ini, Berikut 5 Kardinal Terkuat Calon Paus Baru
Lalu, bagaimana sejarah penggunaan asap dalam konklaf?
Awal mula pakai asap hitam-putih saat konklaf
Berikut kisah awal mula para kardinal mengumumkan terpilihnya Paus baru menggunakan sinyal asap:
Pakai jerami bakar untuk membuat sinyal asapPenggunaan asap putih yang menandakan bahwa para kardinal telah memilih Paus baru, ternyata sudah dilakukan sejak lama.
Dilansir dari Catholic News Agency, Selasa (6/5/2025), menurut dokumen berjudul Ubi Periculum, di tahun 1274 pada Konsili Lyons Kedua, Paus Gregorius X menetapkan prosedur penyelenggaraan konklaf.
Dalam dokumen itu, dia menetapkan pemilihan Paus baru dilakukan secara terpisah dan dengan kerahasiaan yang ketat.
Dengan alasan itu, dan untuk menghindari komunikasi dengan pihak luar, sinyal asap akhirnya diterapkan sebagai bagian dari ritual konklaf.
Dikutip dari BBC, Senin (5/5/2025), seorang insinyur struktur yang pernah bekerja di properti bersejarah, Kevin Farlam mengatakan, sinyal asap sempat membingungkan masyarakat karena warnanya yang hampir sama, alias tidak jelas perbedaannya.
"Di masa lalu, mereka mencoba membakar jerami basah untuk menghasilkan asap yang lebih gelap dan jerami kering untuk menghasilkan asap yang lebih terang," ujar Farlam.
"Tetapi, hal ini menimbulkan kebingungan karena terkadang warnanya tampak abu-abu," lanjut dia.
Baca juga: Konklaf Pemilihan Paus Baru Mulai Hari ini, 133 Kardinal Akan Pilih Paus Baru
Seiring berjalannya waktu, tradisi penggunaan sinyal asap masih tetap dilakukan.
Dikutip dari History, Jumat (2/5/2025), sejarawan Frederic J. Baumgartner mengatakan, untuk membuat sinyal asap, para kardinal menerapkan tradisi membakar surat suara ketika konklaf pada 1417.
Pembakaran surat suara merupakan sebuah ritual tersendiri yang cukup rumit.
Sebanyak tiga petugas atau pengawas dipilih secara acak setiap hari dari antara para kardinal yang berkumpul.
Tugas pengawas ini adalah menghitung, membacakan dengan suara keras, dan mencatat setiap suara.
Setelah selesai, mereka, bersama dengan petugas lain, seperti sekretaris konklaf dan pembawa acara, mengawasi pembakaran surat suara.
Tradisi membakar surat suara ini ditujukan untuk memastikan transparansi dan mencegah manipulasi.
Baca juga: Sejarah Kapel Sistina yang Menjadi Lokasi Konklaf Pemilihan Paus Baru
Penggunaan bahan kimia untuk warna asap saat konklaf
Baumgartner menyampaikan, pada 1914 Vatikan mulai menggunakan warna asap sebagai sarana berkomunikasi dengan dunia luar sambil menjaga kerahasiaan pemungutan suara.
Dalam bukunya yang berjudul Behind Locked Doord: A History of the Papal Elections (2003), ia menuliskan adanya asap putih sebagai bentuk inovasi baru dengan terpilihnya Paus Benediktus XV.
"Mandat Paus Pius X (pendahulu langsung Paus Benediktus XV) agar semua dokumen yang berkaitan dengan pemilihan umum dibakar, bukan hanya surat suara," ucap Baumgartner.
"Sehingga menghasilkan lebih banyak asap putih untuk surat suara terakhir dan membuatnya benar-benar terlihat (oleh masyarakat)," jelas dia.
Kini, penentuan warna asap putih dan hitam dalam pengumuman pemungutan suara di konklaf sudah semakin mutakhir.
Baca juga: Vatikan Umumkan Kapan Konklaf Pemilihan Paus Baru Dimulai, Ini Jadwalnya
Pada 2017, para ilmuwan kimia dari Universitas McGill, Kanada melaporkan bahwa untuk membuat asap berwarna hitam menggunakan campuran dari bahan kimia kalium perklorat, sulfur, dan antrasena (zat kimia yang ditemukan dalam tar batubara).
Sementara, untuk menghasilkan asap putih dihasilkan dari campuran kalium klorat, laktosa, dan sejumlah getah pinus.
Bahan-bahan tersebut kemudian dimasukkan di tungku terpisah dari tungku untuk pembakaran surat suara.
Proses pemungutan suara untuk menentukan Paus baru dilakukan sebanyak empat kali hingga satu kandidat memperoleh dua pertiga suara.
Saat ini, meskipun sudah ada kemajuan di bidang komunikasi, Vatikan tetap memilih untuk melestarikan tradisi tersebut.
"Penggunaan asap membangkitkan ritual keagamaan, estetika, dan misteri," ujar profesor teologi di Universitas Birmingham, Candida Moss kepada BBC, Senin (5/5/2025).
Baca juga: Dilakukan Tertutup, Apa Saja yang Dimakan oleh Para Calon Paus Saat Konklaf?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.