Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertengkaran Orangtua Bikin Anak Lakukan Kenakalan, Ini Penjelasan Psikolog

Baca di App
Lihat Foto
freepik.com
Ilustrasi tinggal bersama orangtua.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Salah satu peserta pelatihan militer di barak militer kawasan Rindam III/Siliwangi diketahui membuat pengakuan mengejutkan ketika dikunjungi oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Dikutip dari Kompas.com, Selasa (6/5/2025), seorang siswi yang mengikuti pelatihan tersebut mengaku kecanduan minuman keras.

“Saya sering pesta miras bersama teman-teman, bahkan sampai tidak terhitung sudah berapa kali,” ujar siswi tersebut.

Diketahui bahwa siswi tersebut bergabung dalam sebuah kelompok pertemanan yang juga sama-sama suka minuman keras.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Psikolog Ingatkan Belajar Tak Merasa Sendiri dari Drama Korea When Life Gives You Tangerines

Ketika ditanya oleh Dedi Mulyadi, siswi tersebut mengaku minuman keras menjadi pelariannya karena orangtua di rumah sering bertengkar.

Siswi tersebut mengaku ketika mengonsumsi minuman keras ia menemukan ketenangan hingga akhirnya kecanduan.

“Jadi jenuh lihat bapak (dan) ibu berantem? Karena jenuh lihat bapak ibu berantem, udahlah saya lawan dengan cara ini?” lanjut Dedi yang kemudian dijawab anggukan pelan dari siswi tersebut.

Mengenai kasus tersebut, Kompas.com menghubungi psikolog klinis sekaligus dosen Universitas Katolik Soegijapranata, Christin Wibhowo.

Baca juga: Ramai Istilah Delayed Gratification di Media Sosial, Psikolog Sebut Bisa Atasi Sifat Konsumtif

Pertengkaran orangtua berdampak pada anak

Menanggapi berita tersebut, Christin menyetujui bahwa pertengkaran orangtua memberikan dampak pada anak.

“Saya setuju bahwa pertengkaran orangtua sangat berdampak pada anak,” ujar Christin ketika dihubungi Kompas.com pada Selasa (7/5/2025).

Christin menjelaskan bahwa penyebab seorang anak terluka bukan hanya bersumber pada tindak kekerasannya saja, tetapi juga pelaku.

Baca juga: Kenapa THR dan Libur Lebaran Ditunggu Para Karyawan? Begini Kata Psikolog

“Luka pada anak tidak hanya dari kekerasannya saja, tetapi juga kekerasan dari orang yang ia sayangi. Orang yang disayangi dapat meliputi orang tua, kakak, dan adik,” jelas Christin.

Namun, Christin juga menjelaskan bahwa tidak semua pertengkaran orangtua dapat membuat anak terluka.

Orangtua yang bertengkar secara ‘sehat’ justru dapat mengajarkan pada anak bahwa hubungan antarmanusia tidak selalu akur.

"Misal ayah dan ibu yang bertengkar karena masalah memilih makanan, itu tidak apa-apa. Anak-anak justru akan berpikir bahwa ini adalah pertengkaran yang romantis," tambah Christin.

Baca juga: Psikolog Ingatkan Belajar Tak Merasa Sendiri dari Drama Korea When Life Gives You Tangerines

4 faktor pertengkaran tidak sehat pada orang tua

Pertengkaran mengerikan yang dimaksud Christin adalah pertengkaran yang melibatkan empat faktor.

Christin menyebut faktor tersebut dengan istilah “empal”, yang meliputi

  1. Spiritual
  2. Finansial
  3. Seksual
  4. Lingkaran ideal yang mencakup komitmen, akrab, dan romantis.

Baca juga: Tips Mengatasi Dibanding-bandingkan Saat Lebaran Menurut Psikolog

Orangtua yang bertengkar karena empat faktor di atas, maka pertengkaran tersebut terhitung pertengkaran yang tidak sehat.

“Contohnya adalah pertengkaran mengenai perselingkuhan. Misal seorang ayah selingkuh, kemudian ibunya marah. Hal itu dapat menyebabkan anak takut dan cemas,” jelas Christin.

Christin menjelaskan bahwa seorang anak akan merasa cemas, takut, dan mempertanyakan kepastian masa depannya. Hal itu juga yang membuatnya ingin melarikan diri.

Pelarian tersebut dapat meliputi minuman keras, game online, dan sebagainya.

“Bagaimana supaya pertengkaran orangtua itu sehat? maka masalah mengenai ‘empal’ tadi (finansial, seksual, spiritual, lingkaran ideal) harus sudah selesai terlebih dahulu,” tegas Christin.

Baca juga: Psikolog Ungkap Dampak Kekerasan Seksual terhadap Anak, Perlu Uluran Tangan Bersama untuk Pulih

Bagaimana agar pertengkaran tak berdampak pada anak?

Selain dengan menguatkan empat faktor yang sudah dijelaskan sebelumnya, Christin menjelaskan hal lain yang perlu dilakukan orangtua pada anak.

1. Miliki waktu yang cukup bersama anak

Christin menekankan bahwa orangtua harus memiliki waktu yang cukup bersama anak.

Waktu yang cukup bukan hanya pada kualitas pertemuan, tetapi juga pada kuantitas pertemuan sehingga anak dapat curhat masalah apapun kepada orangtua mereka.

"Jika waktu yang diberikan cukup, anak tidak perlu lari ke miras, game online, dan sebagainya karena (keberadaan) orangtua cukup bagi dirinya," jelas Christin.

Baca juga: Plagiarisme Bisa Dimulai dari AI, Ini Saran Psikolog Agar Anak Tak Terjebak

2. Berikan alternatif solusi jika anak memiliki masalah

Jika anak memiliki suatu masalah, orangtua tidak bisa hanya dengan memberikan instruksi dan dogma saja, tapi juga memberikan alternatif solusinya.

"Nggak bisa kemudian kita hanya bilang 'makanya belajar', dan sebagainya. Orangtua harus tahu alasan anak tidak suka belajar itu apa, solusi tepat yang diberikan apa," jelas Christin.

Christin menegaskan bahwa orangtua harus dapat menjadi teman bagi anak.

"Anak adalah anugerah dan bonus, ada atau tidak ada anak, orang tualah yang harus bertanggung jawab atas pernikahan tersebut," jelas Christin.

Apa yang bisa dilakukan anak saat melihat orangtua bertengkar?

Christin menjelaskan dampak yang dapat dirasakan pada anak terhadap kondisi orangtua yang bermasalah berkisar pada usia 0-14 tahun saja.

"Usia sekitar 15 hingga 17 tahun ke atas semestinya (pertengkaran orangtua) sudah tak berdampak lagi pada anak, sudah tidak ngefek," jelas Christin.

Christin juga menjelaskan bahwa pada usia tersebut, seorang anak harus sudah belajar untuk melangkah maju ke depan.

Baca juga: Lagu Bertema Dewasa Kian Dikenal Anak, Psikolog Ingatkan Dampaknya

Para psikolog pun mendiagnosis gangguan kepribadian anak ketika berada di usia 18 tahun ke atas, sebab pada usia sebelumnya segala perilakunya masih dianggap maklum.

Namun, begitu menginjak usia 18 tahun, tidak ada lagi alasan seorang anak melakukan hal-hal negatif dengan alasan kondisi orangtuanya.

"Misal usia 19 tahun ke atas kecanduan pornografi, game online, dan lainnya, maka saya tidak bisa menyalahkan orangtuanya sebab usia 18 tahun ke atas sudah tanggung jawab sendiri, bukan orang tua," tegas Christin.

Christin juga menegaskan bahwa anak-anak pun harus memahami keadaan dan tidak terus menerus menyalahkan keadaan.

"Belajar untuk fokus ke diri sendiri dan ke masa depan," jelas Christin.

Christin juga menjelaskan jika bisa, anak usia 15 tahun sudah harus belajar untuk menghentikan kebiasaan buruk mereka.

"Walaupun orangtuanya begini dan begitu, tetaplah fokus untuk maju ke depan," tegas Christin.

Baca juga: Psikolog Ingatkan Belajar Tak Merasa Sendiri dari Drama Korea When Life Gives You Tangerines

Christine menjelaskan salah satu cara fokus ke diri sendiri dan masa depan adalah dengan mencari prestasi yang membanggakan.

"Prestasi dapat berasa dari hobi. Misal sukanya bermain game, fokus mengembangkan skill bermain game sampai dapet uang," jelas Cristin.

"Fokus di diri sendiri dan prestasi saja, jangan fokus orangtua," jelas Christin.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi