Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suhu Indonesia Capai 37,2 Derajat Celsius Saat Kemarau 2025, Ini Penjelasan BMKG

Baca di App
Lihat Foto
bmkg.go.id
Ilustrasi cuaca panas. Pantauan suhu tertinggi di Indonesia pada Jumat (9/5/2025) hingga Sabtu (10/5/2025).
|
Editor: Yefta Christopherus Asia Sanjaya

KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMG) menemukan satu wilayah yang mencatatkan suhu tertinggi pada Kamis (8/5/2025) pukul 07.00 WIB hingga Jumat (9/5/2025) pukul 07.00 WIB.

Deputi Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani mengatakan, suhu tertinggi terjadi di Stasiun Meteorologi Iskandar, Kalimantan Tengah yang mencapai 37,2 derajat Celcius.

Suhu yang tercatat lebih tinggi dari temperatur di Tanah Merah, Papua Selatan sebesar 37 derajat Celcius pada Senin (21/4/2025) lalu.

Selain itu, beberapa Stasiun Meteorologi juga mencatat suhu di atas 36 derajat Celsius.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Kemarau Bikin Cuaca Panas-Minim Angin seperti Dipanggang, Ini Penjelasan BMKG

Di antaranya, Stasiun Meteorologi Mutiara Sis-Al Jufri, Palu sebesar 36,4 derajat Celsius dan Stasiun Meteorologi Radin Inten II, Lampung sebesar 36,2 derajat Celsius.

“Secara umum, wilayah yang mengalami suhu maksimum tinggi lebih dari 34 derajat Celsius tersebar di sebagian besar wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua bagian selatan,” ujar Andri kepada Kompas.com, Sabtu (10/5/2025).

“Warna oranye hingga merah pada peta mengindikasikan dominasi suhu harian antara 33 derajat Celsius hingga lebih dari 36 derajat Celcius yang menandakan kondisi cuaca terik di siang hari,” tambahnya.

Baca juga: Ramai soal Pulau Jawa Terasa Panas dan Pengap Tanpa Awan, Berikut Penjelasan BMKG

Penyebab suhu tertinggi tembus 37,2 derajat Celcius

Andri menjelaskan, suhu pada Kamis (8/5/2025) pukul 07.00 WIB hingga Jumat (9/5/2025) pukul 07.00 WIB mencapai 37,2 derajat Celsius disebabkan oleh beberapa faktor.

Pertama, fenomena tersebut berkaitan dengan dominasi cuaca cerah dan minim tutupan awan.

“Memungkinkan radiasi Matahari maksimum mencapai permukaan,” jelas Andri.

Selain itu, suhu tertinggi juga dipengaruhi oleh kondisi pancaroba atau peralihan musim.

Baca juga: 20 Wilayah Jawa Tengah dan DIY yang Alami Musim Kemarau Awal Mei 2025, Mana Saja?

Hal ini terjadi karena pola angin relatif lemah dan mendukung pemanasan permukaan lebih signifikan.

“Suhu udara juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kondisi awan, kelembapan udara, angin, dan topografi suatu wilayah,” imbuh Andri.

Sebelumnya, Andri juga sudah menjelaskan bahwa saat ini sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk Pulau Jawa, sedang mengalami fase transisi dari musim hujan ke kemarau.

Selama periode tersebut, cuaca cenderung lebih cerah terutama pada pagi hingga siang hari.

Baca juga: BMKG: Puncak Musim Kemarau 2025 Diprediksi Tidak Serentak, Berikut Daftar Wilayahnya

"Sehingga radiasi Matahari mencapai permukaan secara lebih optimal dan meningkatkan suhu udara secara signifikan,” jelas Andri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/5/2025).

Ia menambahkan, posisi semu Matahari yang tengah berada di sekitar 11,2 derajat lintang utara turut memperkuat pemanasan.

Sebabnya, wilayah Indonesia yang terletak di sekitar ekuator menerima penyinaran hampir tegak lurus.

“Hal ini membuat suhu terasa lebih panas, khususnya di wilayah yang permukaannya kering dan minim angin,” ungkap Andri.

Baca juga: Mei 2025 Sudah Musim Kemarau, Kenapa Indonesia Masih Hujan? Ini Kata BMKG

Karakteristik peralihan musim di Indonesia

Merujuk laman resmi BMKG, karakteristik periode peralihan di Indonesia sudah mulai terlihat dengan melemahnya angin Monsun Asia dan penguatan angin Monsun Australia.

Angin Monsun Asia adalah angin yang bertiup dari barat ke timur dari benua Asia yang memiliki tekanan tinggi ke benua Australia yang bertekanan rendah.

Angin tersebut membawa air dalam jumlah banyak yang akan menjadi hujan ketika musim hujan terjadi.

Sementara itu, angin Monsun Australia yang membawa udara kering adalah angin dari arah timur menuju barat, bergerak dari benua Australia bertekanan tinggi menuju benua Asia bertekanan rendah.

Baca juga: 20 Wilayah di Indonesia Alami Suhu Tertinggi Saat Kemarau 2025, Mana Saja?

Selain melemahnya angin Monsun Asia dan penguatan angin Monsun Australia, karakteristik periode peralihan ditandai dengan peningkatan frekuensi kondisi cuaca cerah.

Hal tersebut dapat dibarengi dengan suhu udara yang relatif tinggi di beberapa daerah dan kelembapan udara umumnya lebih kering dengan kisaran antara 63-79 persen.

Meskipun begitu, kondisi atmosfer yang tidak stabil selama periode transisi memungkinkan pembentukan awan konvektif.

Awan tersebut berpotensi memicu hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, yang disertai angin kencang dan petir atau kilat dalam durasi singkat.

Signifikansi cuaca juga merupakan akibat dari masih tersedianya uap air dalam konsentrasi tinggi di atmosfer.

Baca juga: Indonesia Diapit 2 Bibit Siklon Saat Musim Kemarau, Cuaca Ekstrem Meningkat?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi