Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa AS dan China Akhirnya Mau Berunding soal Tarif?

Baca di App
Lihat Foto
FREEPIK/KJPARGETER
Bank Sentral China mengumumkan langkah pelonggaran kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga sebagai respons terhadap dampak perang dagang
|
Editor: Intan Maharani

KOMPAS.com - Setelah berminggu-minggu perang tarif, Amerika Serikat (AS) dan China akan berunding secara langsung.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Kepala Negosiator Perdaggangan Jamieson Greer dijadwalkan berdialog dengan pemimpin ekonomi China, He Lifeng di Jenewa, Swiss, pada Sabtu (10/5/2025). 

Baca juga: Trump Tawarkan Uang 1.000 Dollar AS bagi Imigran yang Mau Pulang ke Negara Asal

Dengan demikian, pertemuan ini akan yang menjadi pertama sejak Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif impor kepada China pada Januari 2025 lalu. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemudian, kedua negara saling balas menaikkan tarif sejak 2 April 2022. Hingga pada akhirnya AS mengenakan tarif impor China sebesar 145 persen dan beberapa ekspor AS ke China dikenai bea masuk 125 persen. 

Menjelang pertemuan itu, Trump sempat menyinggung tarif sebesar 80 persen. 

"China harus membuka pasarnya untuk AS — akan sangat baik bagi mereka!!! Pasar tertutup tidak lagi berfungsi!!!" tulis Trump melalui unggahan Truth Social, dikutip dari Kompas.com, Jumat (9/5/2025). 

"Tarif 80 persen untuk China tampaknya tepat. Terserah Scott B," sambungnya. 

Setelah berlangsung selama berminggu-minggu, banyak yang menantikan sejauh apa perang dagang ini berlangsung.

Kenapa baru sekarang?

Sejumlah pengamat telah memberikan pandangan terkait rencana perundingan AS-China yang bakal dilakukan untuk menyelesaikan sengketa perdagangan mereka. 

Sejak AS menaikkan tarif, kedua negara diketahui tidak menunjukkan tanda-tanda ingin mengalah. Namun, keduanya kini terlihat berupaya keluar dari kebuntuan tanpa harus terkesan mundur. 

"Tidak satu pun pihak ingin terlihat mengalah," kata peneliti ISEAS-Yusof Ishak Institute dan mantan negosiatior AS, Stephen Olson.

"Pembicaraan berlangsung sekarang karena kedua negara menilai mereka bisa maju tanpa terlihat menyerah kepada pihak lain," lanjutnya, sebagaimana dilansir BBC pada Sabtu (10/5/2025).

Namun pada Rabu (7/5/2025), juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Lin Jian sempat mengungkap alasan pertemuan di Swiss itu. Ia menekankan bahwa "perundingan dilakukan atas permintaan AS".

Baca juga: Mengenal Alcatraz, Penjara Terkejam yang Ingin Dioperasikan Kembali oleh Trump

Selain itu, Kementerian Pedagangan mengklaim langkah ini merupakan bentuk kebaikan pada AS.

Di sisi lain, pemerintahan Trump menyatakan hal yang sebaliknya. Mereka mengklaim bahwa pejabat China "sangat ingin berbisnis" karena "ekonomi mereka sedang runtuh". 

Terkait siapa yang lebih dulu menghubungi, Trump menyatakan bahwa itu tidak penting. Tampaknya ia mengeluarkan pernyataan yang lebih diplomatis menjelang rapat terjadi. 

"Kita semua bisa bermain-main. Siapa yang pertama menelepon, siapa yang tidak - itu tidak penting. Yang penting hanyalah apa yang terjadi di dalam ruangan itu," ujar Trump pada Kamis (8/5/3035). 

Sebelum China berunding dengan AS, Presiden Xi Jinping melakukan kunjungan ke Moskow pada Jumat (9/5/2025). Xi menjadi tamu kehormatan dalam parade untuk memperingati 80 tahun kemenangan Perang Dunia II. 

Dalam acara itu, Xi berdiri bersama para pemimpin dari Global South yang menunjukkan bahwa China juga punya alternatif dalam perdagangan selain AS. 

Apa yang terjadi pada AS dan China selama perang dagang?

Ketika perang dagang berlangsung, pihak Trump bersikeras bahwa kebijakan dagangnya membuat AS semakin kuat. 

Sedangkan China berjanji akan "berjuang sampai akhir" dalam menghadapi perang dagang.

Namun pada kenyataannya, perang tarif membawa kerugian pada kedua negara. 

Dampak perang tarif di China

Data Pemerintah China menunjukkan bahwa produksi pabrik di Negeri Tirai Bambu terpukul. 

Aktivitas manufaktur pada bulan April berada di titik terendah, untuk pertama kalinya sejak Desember 2023.

Kemudian menurut survei Caixin pada pekan ini, aktivitas jasa turun mencapai titik terendahnya dalam tujuh bulan terakhir. 

Selain itu, eksportir China mengalami kesulitan akibat digetok oleh tarif tinggi. Alhasil, stok menumpuk di gudang sementara pemerintah berusaha mencari pasar di luar AS. 

"Saya pikir (China) menyadari bahwa kesepakatan lebih baik daripada tidak ada kesepakatan. Jadi mereka mengambil pandangan pragmatis dan berkata, ‘Oke, kita perlu memulai pembicaraan ini," kata profesor East Asian Institute, National University of Singapore, Bert Hofman. 

Seiring dengan hari libur besar Hari Buruh di China telah berakhir, Beijing memutuskan bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk berdialog. 

Baca juga: Hollywood Sekarat, Trump Kenakan Tarif 100 Persen untuk Film Asing

AS mengalami tekanan

Sejak perang tarif, perekonomian AS mengalami guncangan untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.

Selama ini, industri mereka bergantung pada barang buatan China. Hal ini pun membuat pelaku usaha khawatir mengenai pasokan bahan. 

Kepada BBC, seorang pemilik perusahaan mainan dari Los Angeles, AS, mengaku sedang "menghadapi keruntuhan total rantai pasokan". 

Selain dari sisi produsen, konsumen juga merasakan dampak perang tarif ini. 

Dalam rapat kabinet bulan ini, Trump sendiri mengakui bahwa anak-anak Amerika mungkin akan "mempunyai dua boneka alih-alih 30 boneka" dan "dua boneka itu akan sedikit lebih mahal daripada biasanya". 

Akibat situasi ini, approval rating Trump merosot karena masyarakat khawatir akan terjadi inflasi dan kemungkinan resesi. 

60 persen warga AS menuding presiden terlalu fokus pada tarif daripada memperbaiki ekonomi. 

"Kedua negara merasakan tekanan untuk memberikan sedikit kepastian kepada pasar, bisnis, dan konstituen domestik yang semakin gelisah," terang Olson. 

"Beberapa hari pertemuan di Jenewa akan memenuhi tujuan itu," imbuhnya. 

Baca juga: Menlu Anggota BRICS Kumpul di Brasil Bahas Strategi Hadapi Tarif Trump

Akankah perundingan AS-China meredam ketegangan?

Meskipun perundingan membawa titik terang bagi perdagangan kedua negara, para ahli berpendapat bahwa mereka masih membutuhkan waktu. 

Menurut Hoffman, baik AS maupun China memerlukan waktu lama untuk menyamakan persepsi dalam perundingan itu. 

Selanjutnya, mereka akan melakukan negosiasi pada agenda pertemuan berikutnya di masa depan.

Meninjau dari cara kerja Trump selama masa jabatannya, para ahli memprediksi bahwa keseluruhan negosiasi akan berlangsung selama berbulan-bulan. 

Baca juga: Imbas Tarif Trump, China Pilih Batalkan Pesanan Boeing, Indonesia Justru Percepat Pembelian Jet Tempur F-15 EX

Sebagai contoh, AS dan China menandatangi kesepakatan "tahap satu" setelah hampir dua tahun saling berebut tarif pada awal 2020. Bahkan, kala itu kesepakatannya tidak menyentuh isu-isu yang lebih pelik. 

Hingga pada saat Joe Biden menjabat, banyak tarif tetap berlaku dan ditambah oleh Trump begitu kembali berkuasa. 

Kali ini, Olson memperkirakan akan ada kesepakatan yang melampaui "tahap satu" dan berusaha mengatasi poin-poin kritis. 

"Ketegangan sistemik yang mengganggu hubungan dagang AS-China tidak akan selesai dalam waktu dekat," ucap Olson.

"Jenewa hanya akan menghasilkan pernyataan netral tentang ‘dialog yang terbuka’ dan keinginan untuk terus berbicara," tambahnya. 

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi