KOMPAS.com - Otoritas kesehatan Singapura melaporkan peningkatan kasus Covid-19 baru-baru ini, menyusul lonjakan lebih dari 3.000 kasus.
Kementerian Kesehatan (MoH) dan Badan Pengendalian Penyakit Menular (CDA) memperkiraan, jumlah kasus Covid-19 di Singapura meningkat menjadi 14.200 kasus pada 27 April hingga 3 Mei 2025.
Dikutip dari CNA, Selasa (13/5/2025), jumlah tersebut naik dari minggu sebelumnya yang berada di kisaran 11.100 kasus.
"Selama periode yang sama, rata-rata rawat inap Covid-19 harian meningkat dari 102 menjadi 133, tetapi rata-rata kasus unit perawatan intensif harian menurun dari 3 menjadi 2 kasus," MoH dan CDA, Selasa.
Adapun pihak berwenang mengatakan, gelombang Covid-19 terjadi secara berkala sepanjang tahun dan rumah sakit di Singapura saat ini mampu mengelola peningkatan kasus tersebut.
"Seperti halnya penyakit pernapasan endemik lainnya, gelombang COVID-19 berkala diperkirakan terjadi sepanjang tahun," kata mereka.
Lantas, apa penyebab lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di Singapura?
Baca juga: China Temukan Virus HKU5-CoV-2 dari Kelelawar yang Disebut Bisa Infeksi Manusia seperti Covid-19
Penyebab lonjakan kasus Covid-19 di Singapura
CNA melaporkan, saat ini varian utama Covid-19 yang beredar di Singapura adalah LF.7 dan NB.1.8, yang mencakup lebih dari dua pertiga kasus yang diurutkan secara lokal.
Kedua varian tersebut merupakan turunan dari varian JN.1, yang juga merupakan varian yang digunakan dalam formulasi vaksin Covid-19 saat ini.
Meski demikian, MoH dan CDA memastikan tidak ada indikasi bahwa varian yang beredar itu lebih mudah menular atau menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan dengan varian yang beredar sebelumnya.
Sementara itu, direktur medis Life Family Clinic, Dr. Lim Kim Show mengatakan bahwa sebagian besar pasien Covid-19 menunjukkan gejala ringan.
Adapun mereka memperlakukan kasus tersebut sebagai penyakit endemik, seperti flu biasa, sesuai dengan pedoman Kementerian Kesehatan Singapura.
“Bagi sebagian besar pasien (gejalanya) masih seperti flu biasa, dan sebagian besar pasien pulih cukup cepat,” ujarnya.
Baca juga: Studi Ungkap Covid-19 Meninggalkan Bekas pada Otak Orang Dewasa Muda
Dokter mengatakan, salah satu alasan utama di balik peningkatan kasus adalah kekebalan yang lebih lemah karena tingkat penerimaan suntikan vaksin penguat menurun.
Menurut Lim, sebagian besar pasien Covid-19 yang ditanganinya belum divaksinasi dalam satu hingga dua tahun terakhir.
“Dengan penurunan kekebalan, itu mungkin menyebabkan kerentanan yang lebih tinggi terhadap (jenis) baru, terutama mereka yang berisiko lebih tinggi,” tambahnya.
Direktur eksekutif Pusat Penyakit Menular Nasional, Dr. Shawn Vasoo, mencatat bahwa pasien yang dirawat lebih tua, sering kali memiliki banyak masalah medis dan lebih rentan.
MoH dan CDA menyarankan agar orang-orang yang berisiko Covid-19 parah untuk terus memperbarui vaksinasi.
Badan kesehatan itu juga mengimbau agar orang-orang yang berisiko untuk menerima dosis tambahan sekitar satu tahun setelah dosis terakhir mereka.
Adapun orang-orang yang berisiko termasuk mereka yang berusia 60 tahun ke atas dan orang-orang yang rentan secara medis, dikutip dari Free Malaysia Today.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.