KOMPAS.com - Media sosial X diramaikan dengan pembahasan mengenai fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan banyaknya pengangguran.
Perdebatan pun mengerucut ke penyebab seseorang mengalami PHK.
Perdebatan bermula saat akun @wendyss*** mengatakan bahwa korban PHK adalah wujud seleksi alam karena minimnya kompetensi.
"Banyak PHK di mana2 itu seleksi alam untuk orang2 yg tidak berkembang dan ga becus kerja.. Tidak ada hubungannya dgn pemerintah murni karena masalah skill issue individu," tulisnya pada Rabu (14/5/2025).
Tak hanya itu, dia juga mengatakan bahwa di Indonesia tidak ada yang namanya kemiskinan struktural. Selain itu, menurut pemilik akun tersebut, isu efisiensi juga bukan menjadi penyebab adanya PHK.
"Coba pikir pake logika akal dasar manusia, di zaman yg serba mudah ini dengan teknologi maju dan fasilitas lengkap, Lu malah susah cari kerja? Lu malah susah cari duit? itu namanya lu ga pinter dan ga kompeten walau lu udh kuliah bertahun2," tambahnya.
Baca juga: Siapa Saja Korban PHK yang Bisa Klaim JKP Berupa 60 Persen Gaji Selama 6 Bulan?
Unggahan yang telah menuai 1,4 juta tayangan itu pun mengundang perdebatan warganet.
Beberapa berpendapat bahwa kondisi perekonomian yang lesu di Indonesia menjadi salah satu penyebabnya, bukan karena ketidakmampuan kerja seseorang semata.
"Bukan ga becus kerja. PHK artinya putus kerja masal... Artinya perusahaan ga mampu gaji karyawannya karna ekonomi lesu. Dan ekonomi salah pemegang kebijakan karna banyak ormas yg malak dan investor yang lari," @tulis @Thomase***.
"Ditempat kerja ku, sebenernya masih mampu buat bayar pegawai. tapi sudah mulai efisiensi gila gilaan. jobdesk dirangkap2, target yg gak masuk akal dan mulai mutasi paksa. pilihannya bensedia dipindah ke luar daerah yg sangat jauh, atau mengundurkan diri," komentar @kemasansa***.
Lantas, apa sebenarnya penyebab banyaknya PHK dan pengangguran akhir-akhir ini?
Baca juga: Menyoroti Angka PHK yang Mencapai Lebih dari 24.000 hingga April 2025...
3 penyebab utama PHK
Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), John Eddy Junarsin menjelaskan, fenomena PHK dan pengangguran bukan karena rendahnya kompetensi tenaga kerja dan minimnya skill individu.
Ia menjelaskan, ada tiga kondisi utama yang memicu perusahaan melakukan pengurangan tenaga kerja.
"Pengurangan tenaga kerja mulai terjadi jika kebutuhan tenaga kerja berkurang karena teknologi baru, menurunnya perusahaan karena berkurangnya permintaan produk, dan kebijakan ketenagakerjaan yang sangat ketat misalnya sertifikasi profesi dll," kata Eddy kepada Kompas.com, Jumat (16/5/2025).
Lebih lanjut, dia merincikan tiga hal tersebut, meliputi:
1. Kebutuhan tenaga kerja berkurang karena teknologi baruKetika perusahaan mulai mengadopsi teknologi otomatis atau sistem digital yang canggih, pekerjaan yang sebelumnya dilakukan manusia dapat digantikan oleh mesin atau perangkat lunak.
Dengan kata lain, kemajuan teknologi dapat mengurangi jumlah pekerja yang dibutuhkan.
Jika permintaan terhadap barang atau jasa yang ditawarkan suatu perusahaan menurun, maka pendapatan mereka juga akan berkurang.
Akibatnya, perusahaan mungkin mengurangi produksi, menutup cabang, atau bahkan bangkrut.
Dalam kondisi seperti ini, perusahaan cenderung mengurangi jumlah karyawan untuk menekan biaya operasional.
Baca juga: 5 Dampak Serius bagi Indonesia Usai Trump Terapkan Tarif 32 Persen, Potensi PHK-IHSG Melemah
3. Kebijakan ketenagakerjaan yang sangat ketatJika pemerintah atau lembaga pengatur menerapkan aturan ketenagakerjaan yang sangat ketat, maka jumlah pengangguran bisa bertambah.
Misalnya, mewajibkan sertifikasi khusus, pelatihan tambahan, atau syarat administratif yang rumit terhadap calon tenaga kerja.
Hal itu membuat banyak calon tenaga kerja bisa jadi tidak memenuhi persyaratan untuk dipekerjakan.
Selain itu, hal ini dapat menyebabkan berkurangnya jumlah pekerja yang tersedia atau membuat perusahaan enggan merekrut karena prosesnya terlalu rumit dan mahal.
Baca juga: Ramai soal Iuran BPJS Kesehatan Tetap Berjalan Usai Pekerja Kena PHK, Bagaimana Aturannya?
Ketersediaan lapangan kerja mengikuti demand and supply
Menurut Eddy, pada dasarnya ketersediaan lapangan kerja dipengaruhi oleh mekanisme permintaan dan penawaran (demand and supply) tenaga kerja.
"Lapangan kerja itu pada dasarnya mengikuti demand and supply mechanism," ujarnya.
Artinya, jumlah pekerjaan yang tersedia dan jumlah orang yang bekerja sangat dipengaruhi oleh hubungan antara permintaan tenaga kerja (oleh perusahaan) dan penawaran tenaga kerja (oleh masyarakat yang siap bekerja).
Sehingga, ketika jumlah perusahaan meningkat, permintaan terhadap tenaga kerja juga meningkat. Perusahaan membutuhkan lebih banyak karyawan untuk menjalankan bisnisnya, sehingga penyerapan tenaga kerja meningkat.
"Makin banyak perusahaan, makin besar penyerapan tenaga kerja," jelas Eddy.
Jika jumlah orang yang masuk usia kerja (biasanya 15–64 tahun) bertambah, maka jumlah orang yang siap atau ingin bekerja juga meningkat. Ini berarti penawaran tenaga kerja bertambah.
"Jadi, itu akan membentuk equilibrium (keseimbangan) dari waktu ke waktu," terang Eddy.
Menurutnya, dunia usaha akan selalu membutuhkan tenaga kerja, begitu pun sebaliknya, penduduk juga membutuhkan pekerjaan.
Baca juga: Efisiensi AS, Trump Keluarkan Kebijakan untuk PHK Karyawan di Sejumlah Lembaga Negara
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.