Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Psikolog Ungkap Tren Tanya "Wajar Enggak Sih di Usia Segini Punya Tabungan Segini?" di Medsos

Baca di App
Lihat Foto
X.com
Tangkapan layar warganet yang bertanya wajar enggak sih punya tabungan segini di usia segini.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Belakangan ini, media sosial X diramaikan dengan sejumlah warganet yang menuliskan pertanyaan "wajar enggak sih di usia segini punya tabungan segini?"

Umumnya, pertanyaan tersebut juga dilengkapi dengan tangkapan layar saldo tabungan mereka yang tertera pada aplikasi mbanking.

Beberapa warganet yang turut menuliskan tren tersebut, misalnya akun X, @kedir**** dan akun Threads, @newfar***.

"Cah umur 26 tabungan masih 50 juta wajar gak se? Gara2 ada film viral itu aku jadi kepikiran wkwk," tulis akun X @kedir****, Senin (30/6/2025).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Umur 30 saldo segini tuh wajar gak sih?" tulisn akun Threads, @newfar***, Selasa (1/7/2025).

Akun Threads, @newfar***, juga menambahkan tangkapan layar yang tertera keterangan "Tabungan Mandiri Rp 41.274.773".

Baca juga: Ramai soal Standar TikTok Disebut Rusak Pernikahan, Psikolog Ingatkan Hal Ini

Lalu, apa yang mendorong orang-orang mengikuti tren bertanya "wajar enggak sih di usia segini punya tabungan segini" di media sosial?

Penjelasan psikolog

Psikolog sekaligus dosen di Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta, Ratna Yunita Setiyani Subardjo mengatakan, ada sejumlah hal yang mendorong seseorang sehingga merasa perlu pembenaran dari orang lain terkait kondisi finansial pribadinya.

"Seseorang mungkin merasa perlu pembenaran dari orang lain terkait kondisi finansial pribadinya karena beberapa alasan," ujar Ratna saat dihubungi Kompas.com, Jumat (4/7/2025).

Pertama, karena alasan kebutuhan validasi sosial.

Ratna menyampaikan, manusia memiliki kebutuhan dasar untuk merasa diterima dan dihargai oleh orang lain.

"Dalam konteks media sosial, seseorang mungkin mencari validasi dari orang lain untuk membuktikan bahwa mereka telah mencapai kesuksesan finansial," kata Ratna.

Kedua, karena ketidakpastian diri.

Mengenai pemicu kedua ini, Ratna menyampaikan, seseorang bisa jadi merasa tidak yakin tentang kemampuan finansial mereka sendiri dan mencari pembenaran dari orang lain untuk meningkatkan kepercayaan diri.

Ketiga, karena perbandingan sosial.

Menurut Ratna, adanya perbandingan sosial memungkinkan seseorang membandingkan diri sendiri dengan orang lain.

Jika sudah begitu, orang tersebut akan cenderung merasa tidak cukup atau tidak berhasil dengan capaian diri sendiri atau sebaliknya.

Baca juga: Kebiasaan Scrolling Disebut Bikin Cepat Bosan dan Ingin Serba Instan, Psikolog Sarankan Hal Ini

"Ketika seseorang membandingkan diri dengan orang lain yang memiliki kondisi finansial yang lebih baik, mereka mungkin merasa tidak cukup atau tidak berhasil," ucap Ratna.

"Sebaliknya, ketika seseorang membandingkan diri dengan orang lain yang memiliki kondisi finansial yang lebih buruk, mereka mungkin merasa lebih baik atau lebih berhasil," lanjut dia.

Adapun fenomena perbandingan sosial ini, menurut Ratna, dapat memicu kecemburuan, kecewa, dan rasa tidak cukup.

Ia menambahkan, sifat kecemburuan itu muncul karena seseorang menganggap orang lain sukses, sementara kita tidak sesukses mereka.

Sifat ini membuat kita merasa tidak cukup sukses dengan apa yang dimiliki sekarang sehingga menimbulkan rasa iri terhadap orang yang lebih sukses dari kita.

"Perbandingan sosial juga memicu perasaan kecewa. Seseorang mungkin merasa kecewa dengan kondisi finansial mereka sendiri dan merasa bahwa mereka tidak mencapai apa yang mereka inginkan," kata Ratna.

Baca juga: Sadarkah Kita Mulai Jarang Tertawa di Usia 23 Tahun? Ini Kata Psikolog

Dampak jika terus-terusan mencari afirmasi eksternal

Di samping itu, perilaku sering bertanya ke media sosial untuk mencari afirmasi, menurut Ratna adalah kurang baik.

Sebab, hal itu bisa berdampak memunculkan kecanduan validasi ekstrenal, kehilangan kepercayaan diri, stres, dan kecemasan.

"Seseorang bisa menjadi terlalu bergantung pada validasi dari orang lain untuk merasa baik tentang diri sendiri," kata Ratna.

"Jika diteruskan, orang tersebut bisa kehilangan kepercayaan diri, stres, hingga cemas apabila tidak mendapatkan validasi dari orang lain atau jika merasa tidak cukup baik," imbuhnya.

Kendati demikian, untuk membangun rasa cukup atau kepuasan terhadap capaian diri sendiri, Ratna menyarankan beberapa tips.

Berikut rinciannya:

  • Fokus pada tujuan pribadi

Seseorang dapat fokus pada tujuan pribadi dan mencapai kesuksesan berdasarkan standar mereka sendiri.

  • Mengembangkan kepercayaan diri

Seseorang dapat mengembangkan kepercayaan diri dengan mengenali kekuatan dan kelemahan mereka sendiri.

  • Mempraktikkan self-care

Seseorang dapat mempraktikkan self-care dengan melakukan hal-hal yang membuat mereka merasa baik tentang diri sendiri.

  • Mengurangi perbandingan sosial

Seseorang dapat mengurangi perbandingan sosial dengan fokus pada kehidupan mereka sendiri dan tidak membandingkan diri dengan orang lain.

"Dengan melakukan hal-hal tersebut, seseorang dapat membangun rasa cukup atau kepuasan terhadap capaian diri sendiri dan mengurangi kebutuhan akan validasi eksternal," imbuhnya.

Baca juga: Emosi Mudah Meledak? Psikolog Beri 4 Tips agar Tidak Mudah Tantrum

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi