Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom Ungkap 5 Penyebab PHK Meningkat 32 Persen Sepanjang Januari-Juni 2025

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/ABDUL HAQ YAHYA MAULANA T.
Ratusan pekerja perusahaan listrik tenaga uap (PLTU) Punagaya, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan menggelar unjuk rasa menolak pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak. Senin, (14/7/2025).
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) melalui laman Satudata Kemnaker mengungkap ada sebanyak 42.385 pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) di sepanjang Januari-Juni 2025.

Dikutip dari Kompas.com, Selasa (22/7/2025), data tersebut diketahui meningkat sebanyak 32,19 persen dibandingkan dengan data PHK Januari-Juni pada 2024 lalu.

Diketahui bahwa jumlah pekerja korban PHK Januari-Juni 2024 sebanyak 32.064 orang.

Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan Kemenaker, Anwar Sanusi mengakui tren PHK pada 2025 ini lebih tinggi daripada tahun lalu.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tren ini semakin meningkat di awal tahun karena adanya sejumlah perusahaan tekstil yang tutup usaha, salah satunya adalah PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).

Lantas, apa penyebab angka PHK tahun ini semakin tinggi dibanding tahun sebelumnya?

Baca juga: Intel Akan PHK 5.000 Karyawan di Seluruh AS, CEO Akui Perusahaan Terlalu Lambat dan Rumit

5 penyebab angka PHK naik di tahun ini

Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengungkapkan terdapat 5 penyebab mengapa angka PHK semakin naik di tahun ini. 

1. Penurunan daya beli masyarakat

Pertama, Bhima mengungkapkan adanya penurunan daya beli masyarakat yang semakin besar.

"Penurunan daya beli masyarakat, khususnya di kelompok menengah ke bawah, semakin besar," kata Bhima ketika dihubungi oleh Kompas.com, Rabu (23/7/2025).

2. Adanya perfect storm di industri padat karya

Perfect storm adalah situasi ketika beberapa faktor negatif atau krisis terjadi secara bersamaan dan saling memperburuk sehingga menciptakan dampak yang lebih besar.

"Adanya perfect storm di pelaku industri padat karya, seperti mulai dari berkurangnya ekspor, pasar dalam negeri yang diserbu barang impor, serta naiknya beban biaya operasional," jelas Bhima.

Baca juga: Ramai Narasi Perusahaan PHK Karyawan Saat Masih dalam Masa Percobaan, Kemenaker: Boleh Dilakukan

3. Efisiensi belanja pemerintah

Bhima mengungkapkan, adanya efisiensi belanja pemerintah juga memicu berkurangnya pekerja di sektor perhotelan dan industri MICE.

MICE adalah sektor dalam industri pariwisata yang berfokus pada penyelenggaraan acara-acara bisnis dan pertemuan skala besar.

4. Tingginya suku bunga kredit

Meski bunga acuan turun, suku bunga kredit di Indonesia masih tergolong tinggi. Masyarakat Indonesia mesti merogoh uang yang lebih besar untuk membayar cicilan.

Selain itu, para pelaku usaha pun juga menanggung bunga yang tinggi.

5. Antisipasi tarif resiprokal

Bhima menjelaskan bahwa sebagian pelaku usaha sudah mengantisipasi tarif resiprokal ekspor ke Amerika Serikat (AS) sebesar 19 persen.

Hal itu mereka lakukan dengan memangkas jumlah tenaga kerja.

Baca juga: Menaker Tahan Ungkap Data PHK Terbaru, Pengamat Khawatir Rawan Disinformasi

Saran pada kebijakan pemerintah

Lantas, apa yang bisa dilakukan pemerintah menyikapi semakin naiknya tren PHK di Indonesia ini?

Bhima menyarankan pemerintah untuk melakukan penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

"Sarannya lakukan insentif pajak berupa penurunan tarif PPN menjadi 8 persen seperti yang dilakukan Vietnam," kata Bhima.

Selain itu, Bhima menyarankan untuk menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp 7,5 juta per bulan.

"Lindungi juga pasar dalam negeri dari impor barang jadi, khususnya dari China," jelasnya.

Selain itu, ia juga menyarankan untuk menghentikan efisiensi anggaran pemerintah yang berdampak luas ke berbagai sektor.

Baca juga: Alami Krisi Keuangan, PBB Pangkas Anggaran dan Lakukan PHK Massal

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi