KOMPAS.com - Kasus Ahmad Zuhdi (63), guru Madrasah Diniyah (Madin) Roudhotul Mutaalimin di Demak, yang sempat menampar seorang murid berakhir damai.
Denda yang awalnya mencapai Rp 25 juta, turun menjadi Rp 12,5 juta setelah melalui mediasi.
Baca juga: 6 Fakta Kasus Guru Madin di Demak Tampar Murid dan Didenda Rp 25 Juta
Namun, proses yang penuh emosi ini membawa pembelajaran berharga bagi hubungan antara guru dan wali murid.
Zuhdi yang terpaksa berutang untuk memenuhi denda tersebut, akhirnya menolak pengembalian uang damai dan memilih untuk memaafkan pihak yang terlibat.
Lantas, bagaimana perjalanan damai guru Madin Ahmad Zuhdi dengan orangtua siswa?
Awal mula Ahmar Zuhdi diperkarakan
Ahmad Zuhdi guru di Madin Roudhotul Mutaalimin, Desa Jatirejo, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, terlibat dalam kontroversi setelah menampar seorang murid.
Kejadian itu terjadi pada bulan April 2025, saat salah satu murid dari kelas lain melempar sandal yang mengenai peci Zuhdi.
"Awalnya saya mengajar, tiba-tiba dihantam sandal begitu," ujar Zuhdi, dikutip dari Kompas.com, Jumat (18/7/2025).
Setelah sandal mengenai kepalanya, Zuhdi mencari pelaku dan meminta anak-anak yang terlibat untuk mengaku.
Ketika tidak ada yang mengaku, ia menggertak untuk membawa semua murid ke kantor.
Dalam tekanan tersebut, seorang murid kemudian menunjuk D sebagai pelaku pelemparan sandal. Karena merasa emosi, Zuhdi menampar D sebagai bentuk teguran.
"Nampar saya itu nampar mendidik, 30 tahun itu tidak pernah ada yang luka sama sekali," kata Zuhdi.
Guru yang sudah mengajar selama puluhan tahun itu menjelaskan, niatannya untuk mendidik dan bukan menyakiti.
Namun, tindakan tersebut memicu laporan dari orangtua murid D yang kemudian menuntut denda sebesar Rp 25 juta untuk menyelesaikan kasus ini secara damai.
Proses negosiasi dan tuntutan denda
Setelah tuntutan denda datang, Zuhdi sempat merasa terbebani karena pendapatannya yang kecil.
Gajinya sebagai guru Madin yang hanya sekitar Rp 450.000 setiap empat bulan membuatnya kesulitan untuk membayar denda yang diminta.
Untuk memenuhi denda tersebut, ia sempat berencana menjual motornya dan berutang, namun akhirnya mendapat bantuan dari teman-temannya.
"Aslinya mintanya Rp 25 juta, saya nego, akhirnya Rp 12,5 juta. Saya teman banyak ada satu juta, itu utang," ujar Zuhdi dalam konferensi pers.
Meski jumlah denda berkurang melalui negosiasi, namun uang damai tersebut tidak tercantum dalam kesepakatan resmi yang ditulis dalam surat perdamaian.
Baca juga: Guru Agama SD di Sragen Cabuli Siswanya hingga 21 Kali, Ini Motifnya
Reaksi publik dan dukungan dari tokoh masyarakat
Kisah Zuhdi menarik perhatian publik dan tokoh masyarakat, terutama pejabat daerah.
Ketua DPRD Demak, Zayinul Fata, mengunjungi Zuhdi dan menyatakan simpati terhadap guru yang sudah mengabdi selama 30 tahun.
"Ini menjadi pembelajaran bersama, jangan ada lagi kriminalisasi terhadap guru kita," ujar Zayinul.
Anggota DPRD itu menekankan, insiden ini harus dilihat sebagai masalah pendidikan.
Ia berarap masalah ini tidak dipandang sebagai kriminalisasi terhadap seorang guru yang bertujuan mendidik.
Di sisi lain, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, juga memberi perhatian khusus terhadap kasus ini.
"Kalau permasalahan kecil dibesarkan, akhirnya anak yang jadi korban," ungkap Taj Yasin, dilansir dari Kompas.com, Minggu (20/7/2025).
Wagub Jateng pun menyarankan penyelesaian lebih baik dilakukan secara kekeluargaan dan edukatif.
Menurutnya, penyelesaian dengan proses hukum dapat berpotensi membuat masalah ini menjadi berlarut-larut.
Masalah berakhir damai dan uang dikembalikan
Setelah mediasi, sebuah surat damai disepakati antara Zuhdi dan wali murid yang mencakup permintaan maaf dan kesediaan untuk membayar ganti rugi.
Namun, meskipun jumlah denda yang telah dibayar tercapai melalui negosiasi, uang tersebut tidak tercantum dalam surat perjanjian resmi
Setelah denda dibayar dan kesepakatan damai tercapai, orangtua murid D kemudian mencoba untuk mengembalikan uang tersebut sebagai tanda permintaan maaf.
Namun, Zuhdi dengan tegas menolak pengembalian tersebut.
"Saya ikhlas, apa yang keluar sudah," tegas Zuhdi, dikutip dari Kompas.com, Senin (21/7/2025).
Ia menambahkan, dirinya sudah memaafkan insiden tersebut jauh sebelum permintaan maaf formal disampaikan.
Menurut Kepala Desa Cangkring B, Zamharir, yang bertindak sebagai juru bicara, sikap Zuhdi yang ikhlas dalam memaafkan menunjukkan kedewasaan.
"Pada dasarnya, uang Rp 12,5 juta yang sudah telanjur diberikan diikhlaskan, ikhlas lahir batin, jadi tidak untuk dikembalikan. Tanpa meminta maaf, Pak Zuhdi sudah memberikan maaf," ungkapnya.
Baca juga: UNJ Latih Guru Fisika SMA Gunakan Mikrokontroler dalam Pembelajaran
Penyelesaian melalui restorative justice
Akhirnya, kasus ini diselesaikan melalui mekanisme restorative justice.
Pihak kepolisian sudah menerima laporan tersebut, tetapi pihak yang terlibat memilih menyelesaikan masalah Ahmad Zuhdi ini secara kekeluargaan.
Namun, Wakapolres Demak, Kompol Hendrie Suryo Liquisasono, menyayangkan bahwa penyelesaian kasus ini dilakukan tanpa melibatkan kepolisian lebih lanjut.
"Harusnya karena ini di awal sudah ada pengaduan, alangkah baiknya proses hukumnya diselesaikan di kepolisian. Biar tidak seperti ini, bisa saja nanti ada pihak-pihak yang merasa dirugikan," ujar Kompol Hendrie, dilansir dari Kompas.com, Selasa (22/7/2025).
Ia menilai bahwa karena kasus ini sudah dilaporkan ke kepolisian, seharusnya penyelesaiannya tetap melalui jalur hukum agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Lebih lanjut, ia menyarankan agar pihak-pihak yang terlibat menjaga komunikasi yang baik demi mencegah dampak buruk yang lebih luas.
(Sumber: Kompas.com/Nur Zaidi, Titis Anis Fauziyah, Ferril Dennys | Editor: Krisiandi, Irfan Maulana, Ferril Dennys)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.