Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Orangtua Kerap Menganggap Anak sebagai "Sapi Perah"? Begini Penjelasan Psikolog

Baca di App
Lihat Foto
canva.com
ilustrasi anak.
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Lini masa media sosial Thread ramai membahas mengenai anak yang kerap dianggap sebagai sumber pendapatan utama bagi orangtua atau yang disebut sebagai "sapi perah".

Pada awalnya, seorang warganet membahas mengenai seorang ibu yang mencari anaknya di sebuah kantor.

Setelah diusut, anak tersebut ternyata memang menghindari orangtuanya karena penghasilannya habis untuk memenuhi cicilan orang tuanya.

"Tau jawaban anaknya apa, 'Gw udah cape jadi sapi perah. Gw Kerja keras tapi gak ada hasil apa2, semua habis buat penuhin gengsi ortu gw,'" tulis @ci***********s_, pada Selasa (22/7/2025).

Dalam kolom komentar, banyak warganet yang mengaku bernasib sama dan kerap mendapat ancaman jika tidak membagikan pendapatannya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, mengapa orangtua kerap menganggap anak sebagai "sapi perah"?

Baca juga: SD Negeri Hanya Dapat 1 Murid, Orang Tua Lebih Pilih Sekolah Swasta?


Penyebab orangtua jadikan anak sebagai "sapi perah"

Psikolog Ibunda.id, Danti Wulan Manunggal mengatakan, metafora "sapi perah" yang menggambarkan anak dieksploitasi untuk menghasilkan uang bagi keluarga juga bisa berdampak pada pengembangan diri anak tersebut.

Danti menjelaskan, umumnya anak diposisikan sebagai tulang punggung keluarga dalam kondisi ekonomi yang sulit.

"Ketika keluarga mengalami kesulitan ekonomi, anak mungkin harus bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti makanan, pakaian, dan biaya sekolah," ujar Danti saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/7/2025).

Selain itu, kondisi orangtua yang sudah tidak mampu bekerja juga kerap menempatkan anak pada posisi ini.

Menurutnya, anak mungkin terpaksa mengambil alih tanggung jawab mencari nafkah ketika orangtua sakit, lanjut usia, atau tidak memiliki pekerjaan yang layak.

Baca juga: Bolehkah Memberi Nama Anak dengan Nama Kota? Ini Penjelasan Dukcapil

Dia menjelaskan, tekanan lingkungan dan budaya juga bisa menjadi penyebab maraknya fenomena ini.

"Di beberapa daerah atau budaya, ada ekspektasi sosial bahwa anak, terutama anak pertama, harus menjadi tulang punggung keluarga," tutur dia.

Senada, Dosen Psikologi UNISA Yogyakarta, Ratna Yunita Setiani Subardjo, mengatakan bahwa anak kerap diharapkan, terutama setelah mereka mulai bekerja, menjadi tumpuan keuangan keluarga.

Pola asuh utilitarian juga bisa menempatkan anak pada posisi "sapi perah".

"Beberapa orangtua mungkin melihat anak sebagai sumber daya untuk membantu keuangan keluarga, terutama dalam situasi ekonomi yang sulit," kata Ratna saat dihubungi terpisah, Rabu (23/7/2025).

Baca juga: Beredar Info Memindahkan Gajah Naik Pesawat Harus Ditemani Anak Ayam, Ini Kata Pakar UGM

Dampak pada anak

Ratna melanjutkan, fenomena "sapi perah" ini tentu memberikan pengaruh pada psikologis anak.

Misalnya, anak bisa menjadi stres karena harus memenuhi ekspektasi orangtua terkait kontribusi finansial. Hal ini bisa membuat anak merasa tertekan.

Selanjutnya, keadaan ini juga bisa memengaruhi perkembangan psikososial anak.

"Anak bisa merasa beban tanggung jawab yang berat dan ini bisa mempengaruhi perkembangan identitas dan kesejahteraan psikologisnya," terang Ratna.

Sementara itu, Danti mengatakan, anak-anak yang dieksploitasi bisa mengalami trauma psikologis yang berkepanjangan.

Baca juga: Anak Marah Bilang Mami Bego, Bagaimana Orang Tua Sebaiknya Bersikap? Ini Kata Psikolog

Mereka yang tumbuh dalam situasi tersebut dimungkinkan cenderung mengulangi pola yang sama dalam keluarga mereka sendiri di masa depan.

Karena itu, dia mengingatkan perlunya pembagian tanggung jawab yang adil dalam sebuah keluarga agar anak mampu tumbuh dan berkembang dengan baik.

Ratna menambahkan, orangtua perlu menyeimbangkan kebutuhan keluarga dengan kebutuhan perkembangan anak.

"Anak juga perlu memiliki ruang untuk tumbuh, belajar, dan mengembangkan diri tanpa tekanan berlebihan untuk menjadi pemenuh kebutuhan finansial utama. Sebab setiap anak berhak untuk merdeka," imbuh dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi