Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Cuaca Ekstrem Buat Harga Pangan di Seluruh Dunia Meningkat

Baca di App
Lihat Foto
Unsplash/Chuttersnap
Ilustrasi sembako. Pemprov DKI siapkan 14 juta paket subsidi di 2025 berisi bahan pokok senilai Rp 352.000 per paket.
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Studi terbaru menunjukkan, cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim terbukti menaikkan harga makanan pokok di seluruh dunia.

Disebutkan bahwa harga barang pokok, mulai dari kopi di Brasil hingga sayuran di California melonjak drastis seiring dengan cuaca ekstrem setelah 2020.

Sebelumnya, berbagai kajian telah membahas pengaruh suhu tinggi terhadap biaya produksi makanan dalam jangka panjang.

Sebab, kondisi cuaca tersebut berdampak pada hasil panen yang kemudian memengaruhi rantai pasokan.

Sementara, penelitian yang dipimpin oleh Maximillian Kotz dari Barcelona Supercomputer Center ini mengkaji 16 contoh dari 18 negara di dunia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melalui analisis terhadap 18 negara tersebut, peneliti menemukan 16 kasus ketika harga pangan meningkat dalam jangka pendek akibat panas, kekeringan, dan curah hujan tinggi dalam rentang 2022 hingga 2024.

Baca juga: Ilmuwan Akan Mencairkan Es Berusia 1,5 Juta Tahun untuk Pecahkan Misteri Iklim


Lonjakan harga pangan di berbagai negara terkait krisis iklim

Dilansir dari CNN, Selasa (22/7/2025), studi ini menemukan, harga sayuran di California dan Arizona, Amerika Serikat mengalami kenaikan pada November 2022.

Pada periode tersebut, California mengalami cuaca panas yang ekstrem dan krisis air.

Sementara itu, harga kubis di Korea Selatan juga mengalami kenaikan sebesar 70 persen pada September tahun lalu karena gelombang panas pada bulan Agustus.

Di Eropa, harga minyak zaitun ikut melonjak hingga 50 persen pada Januari 2024 setelah kekeringan panjang melanda Italia dan Spanyol pada 2022 dan 2023.

Baca juga: Studi Ungkap Anak yang Alami Kekerasan Lebih Cepat Menua

Kekeringan panjang juga dialami Meksiko dalam 10 tahun terakhir hingga menyebabkan harga buah dan sayur mengalami kenaikan sebesar 20 persen.

Selanjutnya, penelitian juga menemukan harga beras di Jepang melonjak sebesar 48 persen pada September 2024 setelah terjadinya gelombang panas.

Selain itu, harga kakao di Ghana dan Pantai Gading juga mengalami kenaikan sebesar 280 persen pada April 2024.

Hal ini disebabkan oleh gelombang panas yang terjadi di sana yang menurut ilmuwan meningkat 4 derajat Celcius, akibat perubahan iklim pada awal tahun.

Baca juga: Studi Ungkap Anak yang Alami Kekerasan Lebih Cepat Menua

Efek lanjutan dari naiknya harga pangan

Dilansir dari The Guardian, Senin (21/7/2025), penelitian ini tidak hanya memaparkan lonjakan harga pangan akibat krisis iklim di seluruh dunia.

Namun, laporan juga menyoroti bahwa harga bahan pokok yang tinggi bisa berakibat pada masyarakat, khususnya kelompok berpendapatan rendah.

Sebab, mereka harus mengurangi konsumsi buah dan sayur yang bekontribusi pada meningkatnya risiko komplikasi kesehatan, seperti malnutrisi, diabetes tipe 2, dan penyakit jantung.

Selain itu, cuaca ekstrem yang berdampak pada kenaikan harga pangan ini juga bisa memperburuk inflasi suatu negara secara keseluruhan.

Hal ini bisa berdampak pada keresahan politik dan pergolakan di tengah masyarakat.

Baca juga: Mengapa Waktu Terasa Lebih Cepat Saat Kita Dewasa? Ini Kata Studi

"Sayangnya, dampak (kenaikan) harga pangan ini diperparah oleh dunia yang semakin tegang dan penuh persaingan, di mana perdagangan global sudah tertekan akibat konflik atau sengketa perdagangan," ujar profesor ekologi populasi di University of Leeds Inggris, Tim Benton.

Senada, profesor riset di Lyndon B Johnson School of Public Affairs di Universitas Texas, Austin, Raj Patel mengatakan, Inflasi harga pangan selalu bersifat politis.

Ia lalu mencontohkan ketika masyarakat di Mozambik berdemo saat harga roti melonjak akibat cuaca panas ekstrem di Rusia, negara produsen gandum terbesar.

Hal ini disebabkan Rusia memblokir ekspor gandum guna melindungi persediaan yang sedikit pada 2010. Hal ini mengakibatkan harga gandum melonjak secara global.

Studi ini diterbitkan oleh Environmental Research Letters pada Senin (21/7/2025) menjelang konferensi Stocktake KTT Sistem Pangan PBB di Addis Ababa, Ethiopia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: CNN, The Guardian
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi