KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen mengumumkan kesepakatan tarif impor baru sebesar 15 persen pada Minggu (27/7/2025).
Tarif tersebut turun separuh dari angka yang diberikan AS sebelumnya, yakni 30 persen.
"Saya pikir ini adalah kesepakatan terbesar yang pernah dibuat," kata Trump, dikutip dari Reuters.
Untuk mencapai kesepakatan tersebut, Trump dan Von der Leyen melakukan pertemuan selama satu jam dan bernegosiasi dengan alot.
Von der Leyen memang dikenal sebagai negosiator ulung. Menurutnya, tarif baru 15 persen ini merupakan hasil terbaik yang didapatkan.
"Kita memiliki kesepakatan perdagangan antara dua ekonomi terbesar di dunia, dan ini adalah kesepakatan besar. Kesepakatan yang sangat besar. Kesepakatan ini akan membawa stabilitas. Kesepakatan ini akan membawa prediktabilitas," ucapnya.
Lantas, apa yang ditawarkan Von der Leyen sehingga tarif impor AS bisa turun setengah dan lebih rendah dari Indonesia?
Baca juga: Terima Tarif Impor AS 19 Persen, Apa Imbalan yang Harus Dibayar Filipina?
Kesepakatan dagang AS dan Uni Eropa
AS sepakat untuk menetapkan tarif impor 15 persen atas sebagian besar barang Uni Eropa, termasuk mobil dan obat-obatan.
Dikutip dari New York Times, Trump mengatakan, Uni Eropa telah setuju untuk melakukan beberapa hal berikut ini agar tarif impor mereka turun menjadi 15 persen:
- Membeli energi Amerika senilai 750 miliar dollar AS
- Meningkatkan investasi di Amerika Serikat lebih dari 600 miliar dollar AS atau sekitar Rp 9.803 triliun di bidang farmasi, industri otomotif, dan sebagainya
- Membeli peralatan militer AS.
Uni Eropa dan AS juga sepakat untuk menghapus tarif menjadi nol pada berbagai barang, termasuk pesawat terbang, suku cadang pesawat, bahan kimia tertentu, obat-obatan generik tertentu, peralatan semikonduktor, dan beberapa produk pertanian.
Baca juga: Polemik Kesepakatan Tarif Impor 19 Persen Indonesia dan AS, Apa yang Dikhawatirkan?
Meski belum dijelaskan lebih rinci, kerangka kerja ini tampaknya akan digunakan secara permanen dan membentuk hubungan perdagangan antara dua ekonomi terbesar di dunia itu.
Von der Leyen berharap kesepakatan dagang AS dan Uni Eropa ini mampu menyeimbangkan kembali perdagangan di kedua belah pihak.
Meski demikian, tidak semua tarif yang lebih tinggi dihilangkan.
Seorang pejabat senior AS menyebutkan, AS masih mempertahankan tarif 50 persen untuk baja dan aluminium, meski Von der Leyen menyarankan tarif tersebut diganti dengan sistem kuota.
Untuk anggur dan minuman beralkohol, Von der Leyen mengaku belum ada kesepakatan dagang apakah produk tersebut akan dikenai tarif dagang atau tidak.
Baca juga: Diancam Donald Trump, Thailand dan Kamboja Pertimbangkan Gencatan Senjata
Lebih rendah dari Indonesia
Tarif baru Uni Eropa sebesar 15 persen ini lebih rendah dibandingkan tarif impor Indonesia dan negara di Asia Tenggara yang dikenakan tarif sekitar 19-20 persen.
Meski demikian, angka 15 persen juga masih 10 persen lebih tinggi dari yang diinginkan Uni Eropa.
Tarif ini juga jauh lebih tinggi daripada tarif historis. Menurut Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sebelum Presiden Trump menjabat, tarif perdagangan yang dikenakan AS pada barang impor adalah 2,2 persen, sementara Uni Eropa sebesar 2,7 persen.
Namun, Direktur Eksekutif Eropa di Eurasia Group Mujtaba Rahman mengatakan, kesepakatan dagang antara Uni Eropa dan AS ini masih tidak jelas dan bisa menjadi hal yang buruk bagi Uni Eropa.
Baca juga: Trump Turunkan Tarif Impor untuk Indonesia Jadi 19 Persen, Apa Imbalannya?
"Jika tidak ada pengecualian tambahan yang dapat dinegosiasikan untuk tarif 15 persen, saya pikir ini adalah kesepakatan yang jauh lebih buruk daripada yang diharapkan oleh negara-negara anggota," kata dia, masih dari sumber yang sama.
Sebelumnya, negosiasi AS dan Uni Eropa berlangsung cukup panjang.
Para pejabat Eropa percaya, mereka hampir mencapai kesepakatan sebelum akhirnya Trump mengirimkan surat pada 11 Juli yang mengancam akan menerapkan tarif 30 persen jika kesepakatan tidak kunjung tercapai hingga 1 Agustus.
Bahkan setelah pengumuman itu, Von der Leyen masih melanjutkan diskusi untuk mencapai negosiasi.
Kesepakatan baru ini diharapkan dapat mencegah tindakan balasan dan menghindari perang dagang saling balas yang dapat merugikan secara ekonomi kedua belah pihak.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.