Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Critical Eleven, 11 Menit Kritis dalam Penerbangan dengan Risiko Kecelakaan Tertinggi

Baca di App
Lihat Foto
Pexels.com/RDNE Stock project
Ilustrasi pesawat. Critical eleven dalam penerbangan,
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

KOMPAS.com - Penerbangan pesawat dibagi menjadi beberapa fase, mulai dari take off atau lepas landas hingga landing atau mendarat.

Pengamat penerbangan Alvin Lie menyebut, terdapat istilah "critical eleven" yang merujuk 11 menit paling kritis dalam penerbangan.

“Tiga menit pertama setelah lepas landas dan delapan menit terakhir sebelum mendarat,” kata dia kepada Kompas.com, Selasa (29/7/2025).

“Fase tinggal landas (lepas landas) dan pendaratan disebut fase paling kritis, risiko kecelakaan pesawat paling tinggi,” sambungnya.

Menurutnya, pada kedua fase tersebut, gangguan terhadap pesawat sekecil apapun bisa berdampak fatal dalam penerbangan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berdasarkan data Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA), berikut ini jumlah kecelakaan dalam fase take off dan landing pada rentang waktu 2005 hingga Juni 2023:

Lantas, mengapa take off dan landing menjadi fase paling kritis dalam penerbangan?

Baca juga: Kisah EgyptAir 990, Terjun Bebas ke Samudra Atlantik, Kopilot Disebut Sengaja Jatuhkan Pesawat

Alasan take off jadi fase kritis dalam penerbangan

Alvin menyampaikan, pesawat belum mencapai ketinggian aman untuk menghadapi kondisi darurta dalam tiga menit pertama take off.

Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pesawat sedang dalam transisi pergerakan, dari darat menuju udara. Beban kerja pilot juga sangat tinggi pada fase tersebut.

“Fase ini membutuhkan koordinasi yang tepat antara pilot, pesawat, ATC (air traffic controller), dengan cuaca, jangan lupa ada ketinggian rendah ini masih ada ground turbulence,” ucap Alvin.

Dengan begitu, pilot membutuhkan konsentrasi penuh agar dapat melakukan manuver lepas landas dengan aman.

Baca juga: Kenapa Jendela Pesawat Selalu Bulat? Ternyata Ini Alasan Ilmiahnya

Pada menit-menit awal tersebut, pesawat juga masih dalam ketinggian yang rendah. Sehingga jika terjadi masalah, ruang geraknya masih sempit dan tidak ada waktu pilot untuk banyak bereaksi.

“Ketika pesawat baru tinggal landas, ini juga sangat dipengaruhi oleh cuaca dan lingkungan,” tutur Alvin.

“Misalnya cuaca buruk, angin tidak stabil, atau juga bahaya burung ketika ada burung masuk ke mesin pesawat (birdstrike),” lanjutnya.

Pada fase ini, seluruh sistem pesawat juga diperlukan untuk berfungsi dalam kondisi yang normal.

Menurut Alvin, jika ada satu fungsi tidak normal, maka bisa mengganggu operasional pesawat dan membahayakan keselamatan penerbangan.

Baca juga: Kisah Penerbangan Saudia 163 Tahun 1980: Saat Pintu Dibuka di Bandara, 301 Penumpang Ditemukan Sudah Tewas

Alasan landing jadi fase kritis dalam penerbangan

Alvin mengungkapkan bahwa fase memulai bersiap landing dalam rentang waktu sekitar delapan menit, ketinggian pesawat sudah di bawah 10.000 kaki.

Pada saat itu, pesawat sudah masuk ke dalam prosedur pendaratan. Beban kerja pilot pun kembali sangat berat, karena pesawat mengalami transisi dari udara ke darat.

“Pilot harus melakukan banyak pekerjaan, mengubah konfigurasi pesawat, berkoordinasi dengan ATC, juga mengarahkan pesawat agar masuk dalam stable approach,” ujar Alvin.

Stable approach tersebut, termasuk mengendalikan kecepatan pesawat, mengurangi ketinggian, mengatur arah sesuai prosedur, serta memantau berbagai parameter pesawat.

Konfigurasi pesawat yang berubah, termasuk flaps dan roda pesawat diturunkan. Hal itu memengaruhi aerodinamika pesawat.

Baca juga: Kenapa Pintu Pesawat Berada di Sisi Kiri? Ini Sejarah dan Alasannya

“Ketika pesawat pada ketinggian rendah, terutama di bawah 5.000 kaki, pesawat menghadapi tantangan cuaca, angin tidak stabil, hujan, kabut,” papar Alvin.

“Tidak jarang juga terjadi windshear (dan) microburst yang bisa menghempas pesawat. Sehingga pilot harus selalu siaga melakukan manuver korektif,” tambahnya.

Pada saat itu, mesin pesawat bekerja dalam daya minimal, sekadar mempertahankan agar pesawat tidak jatuh atau turun terlalu cepat.

Kepadatan komunikasi dengan ATC pun perlu diperhatikan. Sehingga, pilot harus cermat mendengarkannya.

Pada fase ini, pilot juga telah mengalami kelalahan atau fatigue, sehingga dapat memengaruhi konsentrasi dan kemampuan merespons jika terjadi masalah.

Baca juga: Kisah Pesawat Iran Air 655, Ditembak Rudal AS dan Hancur di Angkasa, 290 Orang Tewas

Lihat Foto
(onlyyouqj/freepik)
Ilustrasi pesawat terbang.
Apa yang perlu dilakukan sebagai penumpang?

Mengingat take off dan landing adalah fase dengan jumlah kecelakaan tertinggi, para penumpang pesawat wajib memerhatikan dan mematuhi arahan awak kabin.

Berikut ini beberapa hal yang perlu dilakukan oleh penumpang pesawat:

  • Membuka tirai jendela
  • Menegakkan sandaran kursi
  • Melipat meja
  • Memakai sabuk pengaman
  • Mematikan ponsel.

“Dan saran saya, jangan menggunakan headphone atau headset ketika take off maupun landing,” imbau Alvin.

“Karena kalau kita menggunakan headphone atau headset untuk mendengarkan musik, mungkin tidak bisa mendengar jika ada aba-aba emergency,” imbuhnya.

Baca juga: Kisah Penerbangan Aloha Airlines 243, Atap Pesawat Robek di Udara, 1 Pramugari Terlempar ke Angkasa

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi