KOMPAS.com - Seorang travel blogger bernama Harival Zayuka mengungkapkan kekecewaannya setelah gagal menerbangkan drone di sebuah lokasi wisata yakni Pulau Padar, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Komodo (BTNK).
Ia mengaku gagal menerbangkan drone meskipun telah membayar biaya resmi melalui aplikasi perizinan.
Lewat unggahan media sosialnya, Harival Zayuka menyebut bahwa dirinya sudah mengeluarkan biaya sebesar Rp 2.050.000, yang mencakup izin drone dan tiket masuk untuk satu orang.
“Biaya Rp2.050.000 untuk izin drone sudah aku bayar, termasuk tiket masuk untuk 1 orang,” ungkapnya saat dimintai keterangan Kompas.com, Rabu (30/7/2025).
Baca juga: Penjelasan TNBTS soal Narasi Larangan Drone di Bromo karena Ada Ladang Ganja
Gagal terbangkan drone di Pulau Padar karena belum SIMAKSI
Namun, lanjut Harival, sesaat sebelum ia menerbangkan drone untuk mengabadikan momen matahari terbenam (sunset), seorang petugas mendekat dan melarang aktivitas tersebut.
“Tiba-tiba, petugas datang mendekat. Tidak boleh menerbangkan drone.’ Aku menunjukkan bukti pembayaran. Tapi katanya belum ada SIMAKSI,” jelas Harival, merujuk pada dokumen Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi yang biasanya diwajibkan di kawasan tertentu.
Kondisi tersebut membuatnya kehilangan momen penting yang telah lama ia rencanakan.
Ia menyesalkan tidak adanya kejelasan sistem, padahal aplikasi resmi SIORA tetap menerima pembayaran meski dokumen SIMAKSI belum dilampirkan.
“Matahari terbenam semakin turun. Momen yang aku kejar… hilang. Yang tersisa hanyalah tanda tanya,” keluhnya.
Baca juga: 5 Fakta Temuan Ladang Ganja dari Drone di Bromo
Pertanyakan kurangnya integrasi izin drone dan SIMAKSI
Kasus ini menyoroti kelemahan sistem izin pariwisata digital di Indonesia khususnya di BTNK terkait kurangnya integrasi antara izin drone dan perizinan kawasan konservasi seperti SIMAKSI.
Harival mempertanyakan kenapa sistem tidak mengatur verifikasi lebih ketat di awal, dan mengapa petugas di lapangan tidak membantu dengan pendekatan yang lebih baik.
“Kalau memang butuh SIMAKSI dari awal, kenapa sistem izinnya bisa lolos tanpa itu? Kenapa Aplikasi SIORA tetap bisa menerima pembayaran izin penerbangan drone kalau memang belum ada lampiran untuk dokumen SIMAKSI?” ucapnya.
Lebih jauh, Harival juga mengkritik cara penyampaian petugas yang dianggap tidak komunikatif.
“Iya kalau petugasnya bagus jelasin, ini pake emosi. Uangnya tetap jalan. Tapi momen dan waktu yang terbuang, siapa yang ganti?,” keluhnya.
Baca juga: 5 Destinasi Wisata di Jateng untuk Libur Long Weekend Akhir Juni
Ia juga mempertanyakan mengapa tidak diizinkan terlebih dahulu untuk menerbangkan drone, lalu mengurus kekurangan administrasi setelahnya, terlebih karena proses refund pun tidak dapat dilakukan.
“Sekarang di-refund nggak bisa uangnya. Lalu bagaimana?” ujarnya.
Di akhir unggahannya, ia mengajak warganet untuk berbagi pengalaman serupa, jika pernah mengalami hal yang sama.
“Kalau kamu pernah ngalamin hal yang sama, share ya. Karena aku yakin… aku tidak sendiri,” ujarnya.
Baca juga: Mau Libur Panjang ke Malang? Ini 10 Tempat Wisata Sekitar Ruas Tol Pandaan-Malang
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.