Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Prediksi Alam Semesta Akan Kiamat Lebih Cepat dari Perhitungan

Baca di App
Lihat Foto
RomoloTavani
Ilustrasi materi gelap di alam semesta
|
Editor: Intan Maharani

KOMPAS.com - Ilmuwan kini memiliki prediksi baru tentang berakhirnya alam semesta. 

Menurut studi terbaru, semesta tidak akan terus mengembang selamanya. 

Bukannya mengembang, semesta justru akan runtuh dalam kurun waktu 33 miliar tahun.

Baca juga: Apakah Gravitasi Akan Hilang jika Segala Sesuatu di Alam Semesta Berhenti Berputar?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perhitungan ini lebih cepat dari dugaan sebelumnya, dan muncul dari analisis data pengamatan galaksi selama setahun terakhir. 

Lantas, bagaimana penjelasan mengenai berakhirnya alam semesta?

Konsep baru tentang energi gelap

Dilansir dari Space, Kamis (24/7/2025), para ilmuwan menyimpulkan tentang akhir semesta berkat dua proyek besar yaitu Dark Energy Survey (DES) dan Dark Energy Spectroscopic Instrument (DESI).

Dalam studi ini, para peneliti mengusulkan model kosmologi yang melibatkan dua komponen: partikel ultraringan bernama axion dan konstanta kosmologis.

Axion merupakan partikel hipotetis yang hampir tidak berinteraksi dengan materi. Partikel ini diduga tersebar di seluruh alam semesta dan memicu percepatan ekspansi semesta saat ini.

Sementara itu, konstanta kosmologis adalah parameter dalam teori relativitas umum yang biasanya dianggap sebagai penyebab utama akselerasi semesta. 

Namun, dalam model baru, konstanta ini justru bernilai negatif dan hanya memainkan peran sekunder. Dengan kata lain, konstanta tidak turut andil dalam mengembangnya alam semesta.

Para peneliti menemukan, kombinasi antara axion dan konstanta kosmologis negatif paling sesuai dengan data DES dan DESI. 

Baca juga: Air di Alam Semesta Berusia Miliaran Tahun, Lebih Tua dari Perkiraan Ilmuwan

Alam semesta yang mengembang akan berbalik arah

Model ini menyatakan bahwa saat ini kita berada dalam masa ekspansi sementara. 

Seiring waktu, axion akan kehilangan energi, sehingga konstanta kosmologis negatif akan mendominasi.

Jika itu terjadi, berkembangnya alam semesta akan melambat, berhenti, dan akhirnya berbalik menjadi kontraksi. 

Fenomena ini disebut sebagai Big Crunch, yakni kebalikan dari Big Bang.

Menurut prediksi studi tersebut, proses kehancuran akan dimulai sekitar 10 miliar tahun dari sekarang. 

Setelah itu, semesta akan terus menyusut selama 10 miliar tahun lagi hingga mencapai kondisi ekstrem.

Skenario akhir alam semesta 

Dalam skenario Big Crunch, galaksi-galaksi akan bergabung satu sama lain. 

Alam semesta akan menjadi lebih kecil, panas, dan padat, hingga akhirnya memasuki tahap akhir berupa singularitas.

Total waktu hidup alam semesta dalam model ini adalah sekitar 33 miliar tahun. 

Ini berarti semesta sudah melewati lebih dari setengah dari umur maksimumnya.

Baca juga: Sering Digunakan untuk Mengamati Alam Semesta, Apa Itu Teleskop Hubble?

Studi ini bersifat teori sementara tentang keruntuhan kosmik dan belum ditinjau sejawat. 

Temuannya masih didasarkan pada interpretasi awal data DES dan DESI. 

Pengamatan DES dan DESI masih dalam tahap awal dan belum bisa dijadikan kesimpulan akhir.

Oleh karena itu, para ilmuwan menekankan perlunya verifikasi melalui pengamatan lanjutan.

Namun jika benar bahwa energi gelap berubah seiring waktu, maka alam semesta tidak akan mengembang selamanya. Sebaliknya, ia menuju akhir yang dapat diperhitungkan. 

 

 

 

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi