Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Coba Payment ID Mulai 17 Agustus, Ekonom Ungkap Tantangannya

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Rijal
Bank Indonesia (BI) akan memulai uji coba Payment ID pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia.
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) dijadwalkan memulai tahap awal uji coba sistem Payment ID pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia. 

Kendati demikian, peluncuran ini belum menandai penerapan penuh sistem baru tersebut.

Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso menegaskan, Payment ID masih dalam fase uji coba terbatas. 

"BI masih akan melakukan proses uji coba pada satu use case tertentu saja, yaitu membantu akurasi penyaluran bantuan sosial non tunai," ujarnya dikutip dari Kompas.com pada Jumat (1/8/2025).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fokus awal uji coba Payment ID ditujukan pada program perlindungan sosial (Perlinsos), terutama dalam menyalurkan bantuan non-tunai secara lebih tepat sasaran. 

Baca juga: Cara Membuat QRIS Payment untuk Pemilik Usaha

Keunggulan dan tantangan Payment ID

Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Eddy Junarsin mengatakan, sistem payment ID menawarkan pendekatan identifikasi tunggal dalam setiap transaksi.

Konsep seperti ini mengingatkan pada teknologi blockchain. Meski serupa secara struktur, perbedaannya terletak pada instrumen pembayaran. 

"Kalau di blockchain alat pembayarannya adalah token, kalau dalam payment ID alat pembayarannya tetap fiat money," kata Eddy kepada Kompas.com, Selasa (5/8/2025).

Ia menilai, sistem ini memiliki sejumlah keunggulan, mulai dari peningkatan transparansi, efisiensi transaksi, hingga potensi menekan tindak kejahatan finansial.

Baca juga: Ada di Penjualan Tiket Indonesia Vs Argentina, Apa Itu Payment Gateway dan Platform Fee?

Namun, penerapan Payment ID memiliki tantangan tersendiri, khususnya terkait privasi data dan kemungkinan gangguan teknis. 

"Sisi negatifnya ya privasi berkurang, technical error," ujarnya.

Untuk itu, Eddy menekankan pentingnya riset mendalam guna memahami implikasi sistem ini terhadap perekonomian secara menyeluruh.

Ke depan, ia memprediksi banyak negara akan perlahan beralih ke ekosistem berbasis blockchain dengan aset digital berbasis token. 

"Saya tidak tahu apakah payment ID berbasis fiat money akan dapat sustainable untuk waktu lama," pungkasnya.

Baca juga: Pemblokiran Rekening Dormant, Ekonom: PPATK Tidak Berwenang, Pemerintah Kurang Sosialisasi

Apa itu Payment ID?

Payment ID merupakan sebuah sistem identifikasi keuangan berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dirancang untuk merekam jejak transaksi masyarakat secara rinci.

Inisiatif ini menciptakan kode unik yang menggabungkan sembilan karakter berupa huruf dan angka, yang kemudian menghubungkan profil setiap individu dengan seluruh aktivitas keuangan, baik melalui rekening bank, dompet digital, maupun kanal pembayaran lain.

Sebagaimana diberitakan Kompas.com, Jumat (1/8/2025), Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dudi Dermawan menjelaskan, sistem ini akan memfasilitasi tiga fungsi utama.

Baca juga: 58 Persen Kelas Menengah Indonesia Disebut Rapuh Finansial, Ini Kata Ekonom

Pertama, Payment ID mengidentifikasi pengguna secara spesifik. Kedua, otentikasi data untuk menjamin keabsahan transaksi. Terakhir, integrasi data keuangan ke dalam satu catatan menyeluruh.

Dengan implementasi Payment ID, Bank Indonesia menargetkan transparansi transaksi keuangan yang lebih kuat.

Segala bentuk pemasukan, pengeluaran, pinjaman, investasi, bahkan aktivitas berisiko seperti judi daring atau pinjaman ilegal, dapat dipantau secara real time oleh otoritas keuangan, membuka peluang baru dalam pengawasan serta perlindungan konsumen di era digital.

Baca juga: Ekonom Ingatkan Risiko dan Tantangan Koperasi Merah Putih

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi