KOMPAS.com - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali menegaskan tujuan militer jangka panjang di Gaza.
Padahal, tekanan internasional untuk gencatan senjata semakin meningkat.
Baca juga: OKI dan Negara Arab Ramai-ramai Kutuk Menteri Israel yang Beribadah di Masjid Al Aqsa
Di tengah situasi kemanusiaan yang memburuk, Netanyahu disebut telah menyetujui rencana untuk memperluas operasi militer ke seluruh wilayah Gaza.
Lantas, bagaimana tanggapan dunia internasional terkait rencana Israel? Bagaimana respons Israel menghadapi tekanan dunia internasional?
Motivasi serangan: Hamas, sandera, dan kendali wilayah
Laporan dari sejumlah media Israel menyebutkan bahwa Netanyahu akan membawa rencana tersebut ke kabinet perang pekan ini untuk disahkan secara resmi.
Langkah ini memicu keprihatinan luas dari berbagai pihak, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Pemerintah Palestina.
"Keputusan telah diambil," kata seorang pejabat senior di kantor Netanyahu, dilansir dari Channel 12, Senin (05/08/2025).
Baca juga: Situs Pemakaman Tertua di Israel Ditemukan, Ada 5 Manusia Purba Meringkuk di Dalamnya
"Hamas tidak akan membebaskan sandera tanpa penyerahan total, dan kami tidak akan menyerah. Jika kami tidak bertindak sekarang, para sandera akan mati kelaparan dan Gaza akan tetap berada di bawah kendali Hamas," sambungnya.
Netanyahu menyampaikan, prioritas Israel tetap pada tiga tujuan utama: menghancurkan Hamas, membebaskan sandera, dan memastikan Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel.
"Kami tidak menyerah pada misi mana pun," ujar Netanyahu di hadapan para prajurit baru, dikutip dari Reuters, Selasa (5/8/2025).
Kecaman Palestina dan seruan dunia internasional
Kementerian Luar Negeri Palestina meminta komunitas internasional untuk menanggapi serius laporan tersebut.
"Kementerian mendesak negara-negara dan komunitas internasional untuk segera bertindak mencegah pelaksanaannya, apakah laporan ini merupakan tekanan, uji reaksi internasional, atau memang sungguh-sungguh," bunyi pernyataan resmi, dikutip dari Reuters, Selasa.
Di sisi lain, PBB menyatakan kekhawatirannya terhadap kemungkinan perluasan operasi militer Israel di seluruh Jalur Gaza.
Jika benar terjadi, hal ini dinilai sebagai eskalasi yang sangat mengkhawatirkan dalam konflik yang telah berlangsung hampir dua tahun.
Baca juga: Parlemen Israel Setujui Pencaplokan Wilayah Tepi Barat Palestina, Kok Bisa?
Tekanan internasional tak buat Netanyahu melunak
Meski tekanan global terhadap operasi militer Israel di Gaza terus meningkat, Netanyahu belum menunjukkan tanda-tanda akan mengubah arah kebijakan.
"Kami harus terus bersatu dan berjuang bersama untuk mencapai semua tujuan perang kami," ujarnya pada awal rapat kabinet, dikutip dari Al Jazeera, Senin (4/8/2025).
Pernyataan ini menegaskan bahwa pemerintah Israel tidak akan mundur dari pendekatan militer penuh, meskipun banyak negara dan organisasi internasional menyuarakan keprihatinan mendalam.
Bahkan, sejumlah laporan menyebut Netanyahu telah memutuskan untuk memperluas operasi ke seluruh wilayah Gaza.
Target baru ini termasuk daerah-daerah yang diyakini menjadi lokasi penyanderaan.
Baca juga: 28 Negara Kecam Israel Atas Pembunuhan Ratusan Warga Gaza Saat Antre Bantuan
Netanyahu dapat desakan dari dalam
Bukan hanya dari dunia internasional, Netanyahu juga menghadapi tekanan dari dalam negeri.
Di sisi domestik, ia didesak untuk segera mengamankan pembebasan sandera yang tersisa.
Hamas sebelumnya merilis video sandera bernama Evyatar David dalam kondisi memprihatinkan, yang memicu reaksi keras dari publik Israel.
Hingga kini, otoritas Israel mengklaim masih ada 49 sandera yang ditahan Hamas. 27 di antaranya diduga telah meninggal.
Mayoritas sandera sebelumnya dibebaskan dalam masa gencatan senjata yang difasilitasi oleh diplomasi internasional.
Namun, perjanjian terakhir kandas setelah Israel kembali melancarkan serangan.
Korban sipil terus berjatuhan
Di lapangan, korban terus bertambah. Sedikitnya 74 warga Palestina, termasuk 36 orang yang sedang mengantre bantuan, tewas akibat serangan Israel pada Senin (4/8/2025).
Kementerian Kesehatan Gaza menyebut lebih dari 60.930 orang telah meninggal dunia sejak Oktober 2023, termasuk lebih dari 18.000 anak-anak.
Situasi kemanusiaan di Gaza kian buruk. Menurut data otoritas lokal, lebih dari 180 warga, termasuk puluhan anak-anak, telah meninggal karena kelaparan.
Upaya distribusi bantuan sering kali terganggu oleh penembakan di titik-titik pengantaran, termasuk di Morag Square dekat Rafah.
Baca juga: PM Israel Benjamin Netanyahu Keracunan Makanan Basi, Bagaimana Kondisinya?
Sejauh mana rencana Israel menduduki Gaza secara penuh?
Berdasarkan laporan yang beredar, Netanyahu terus menggelar pertemuan dengan jajaran keamanan.
Pertemuan itu melibatkan Kepala Staf Militer Eyal Zamir, Menteri Pertahanan Israel Katz, dan Menteri Urusan Strategis Ron Dermer.
Channel 12 melaporkan bahwa kabinet perang akan bersidang kembali pada Kamis (7/8/2025) untuk membahas pelaksanaan strategi ini.
Di tengah kekhawatiran akan pendudukan penuh Gaza, sebagian pihak menilai bahwa manuver ini bisa saja menjadi taktik tekanan terhadap Hamas.
Namun, pernyataan resmi dari kantor Netanyahu tidak mengonfirmasi ataupun menyangkal kemungkinan tersebut.
Israel Defense Forces (IDF) menyatakan siap melaksanakan keputusan apa pun dari kabinet.
Sementara itu, sejumlah tokoh ultranasionalis dalam koalisi pemerintahan Israel terus mendesak agar seluruh Gaza dikuasai secara permanen. Di sisi lain, sebagian pejabat militer memperingatkan risiko strategisnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.