KOMPAS.com - Lini masa media sosial X ramai membahas resepsi pernikahan penyanyi Nadin Amizah dengan Faishal Tanjung yang digelar dengan konsep intimate wedding.
Warganet membicarakan sebuah video yang menampakkan Nadin menikmati semangkuk mi di tengah-tengah resepsi dan masih mengenakan gaun pengantin lengkap.
"Enak bgt mbak nadin pengantin bisa nyantap mie rebus, sambil lesehan pula. Pengen nikahan konsep kek gini, intimate terus bebas gak diem doang di singgasana nyalamin tamu yg kebanyakan gk kenal (tamu dari kenalan ortu)," tulis akun @ta*******l pada Minggu (10/8/2025).
Sebagian warganet lain mengaku ingin konsep pernikahan serupa, tetapi sulit mewujudkannya karena permintaan orangtua untuk menggelar resepsi besar.
Lantas, orang Indonesia sulit menggelar intimate wedding?
Baca juga: Ramai soal Standar TikTok Disebut Rusak Pernikahan, Psikolog Ingatkan Hal Ini
Pengaruh budaya bertani dan berternak
Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono mengatakan, budaya pernikahan di Indonesia tidak hanya melibatkan keluarga inti, melainkan keluarga besar.
Tidak hanya dalam pesta pernikahan, orangtua kedua belah pihak biasanya juga akan diminta hadir pada saat proses akad nikah di KUA.
Karena itu, Drajat berpendapat, pernikahan yang hanya melibatkan keluarga inti laki-laki dan perempuan sulit diwujudkan.
"Di indonesia, terutama di Jawa, memang pernikahan itu bukan berbasis nuclear family atau keluarga inti. Keluarga selalu terkait dengan norma-norma keluarga besar," kata Drajat saat dihubungi Kompas.com, Senin (11/8/2025).
Baca juga: Tren Gen Z Nikah di KUA, Ini Alasan Radya dan Jundi Menolak Resepsi
Dia melanjutkan, kebiasaan ini disebabkan oleh budaya bertani dan beternak yang dikerjakan dengan sistem kepemilikan secara turun temurun.
Menurutnya, sistem warisan ini digunakan untuk saling menjamin keberlangsungan ekonomi keluarga besar.
Dengan begitu, Drajat menganggap bahwa sistem jaminan keluarga besar itu memang ada dan dipertahankan hingga kini.
Contohnya, perkumpulan keluarga besar atau trah dan penamaaan keluarga menggunakan "bin", bertujuan untuk mempertahankan budaya saling mendukung dalam keluarga besar.
"Walaupun anak-anak sekarang semakin otonom atau sendiri, tapi tetap saja ikatan keluarga besar dianggap penting," ujarnya.
"Nah, perkawinan menjadi salah satu ekspresi dari keluarga besar untuk mengatur, dan itu memang melibatkan banyak orang. Bahkan tetangga ikut campur," sambung dia.
Baca juga: Wajib Ikuti Bimbingan Perkawinan Setelah Daftar Nikah, Apa Itu?
Selain itu, keterlibatan keluarga juga berlangsung sebelum pernikahan, yaitu ketika seseorang memilih calon suami atau istri.
Ia menambahkan, keluarga besar akan terus memiliki peran dalam kehidupan pasangan setelah pernikahan, yaitu selama berumah tangga.
"Kehadiran orangtua dan sesepuh ini juga menjadi pengikat. Kalau dua orang saja, berantem bisa langsung memutuskan cerai, selesai. Tapi ketika ada orangtua, mbah, dan yang lain, itu menjadi kontrol dia untuk mempertimbangkan dulu," terang Drajat.
Jaminan keluarga ini juga berperan sebagai sistem support ketika seseorang akhirnya memilih berpisah.
"Makanya keterikatan dan kebutuhan terhadap keluarga besar tidak bisa dilepaskan. Konsekuensinya, pernikahan menjadi complicated karena diatur banyak orang tapi juga worth it," pungkas dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.