KOMPAS.com - Terpidana kasus korupsi e-KTP Setya Novanto mendapatkan remisi 28 bulan 15 hari dibebaskan bersyarat pada Sabtu (16/8/2025).
Kendati demikian, mantan Ketua DPR RI itu tetap wajib melapor satu kali setiap bulan hingga 2029.
“Itu (remisi Setya Novanto) 28 bulan 15 hari,” kata Dirjen Pemasyarakatan, Mashudi, Minggu (17/8/2025).
“Ada, ada wajib lapor ada sampai 2029. Sebulan sekali. Ya dia melaporkan ke Bapas yang ada terdekat, di situ juga bisa, ke Bandung juga bisa,” sambungnya.
Menurutnya, remisi itu berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengurangi hukuman Novanto dari 15 tahun penjara menjadi 12,5 tahun penjara.
Baca juga: Perjalanan Kasus Setya Novanto, Terpidana Korupsi e-KTP yang Kini Bebas Bersyarat
Kurangi efek jera pelaku korupsi
Menanggapi hal itu, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman menyoroti aturan yang bisa membuat Setya Novanto bebas bersyarat.
Menurutnya, ada syarat-syarat cukup ketat bagi terpidana tindak korupsi agar bisa memperoleh hak-hak seperti remisi atau pembebasan bersyarat.
Syarat-syarat tersebut, termasuk menjadi justice collaborator dan telah mengembalikan kerugian keuangan negara.
“Tetapi, dengan putusan Mahkamah Agung, itu semua dihapus,” kata Zaenur saat dihubungi Kompas.com, Senin (18/8/2025).
Baca juga: Setya Novanto Bebas Bersyarat, Bisa Dicabut jika....
Ia menjelaskan, remisi dan pembebasan bersyarat Setya Novanto ini berpotensi menghilangkan efek jera pelaku tindak pidana korupsi.
Idealnya, hukuman terpidana adalah kewenangan hakim, termasuk durasi yang bakal dijalani oleh pelaku.
Namun, akibat adanya remisi dan pembebasan bersyarat, pidana yang dijatuhi kepada terpidana korupsi menjadi berubah.
“Ke depan harus ada perubahan tentang bagaimana kewenangan memberikan remisi dan kewenangan memberikan pembebasan bersyarat,” jelas dia.
“Jadi ya, kalau mudah keluar seperti sekarang ini, efek jeranya menjadi enggak ada,” sambungnya.
Baca juga: Vonis Setya Novanto Kasus Korupsi e-KTP Disunat, Apa yang Perlu Diketahui?
Zaenur menyebutkan, kasus korupsi e-KTP belum tuntas sampai sekarang, karena masih banyak pelaku yang diduga terlibat belum diproses.
“Jadi utang bagi KPK. Mau sampai kapan pun, KPK harus selesaikan kasus itu ya,” katanya.
Apabila kasus-kasus seperti itu tidak dituntaskan, hal tersebut akan menjadi preseden buruk terhadap pemberantasan korupsi.
“Siapa saja mereka? Ya banyaklah kelompoknya Paulus Thanos dan lain-lain, terus kemudian di dalam dakwaan juga masih ada banyak anggota DPR yang disebut, dan seterusnya. Itu harusnya diselesaikan oleh KPK,” pungkasnya.
Baca juga: Perjalanan Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji: dari Jokowi Bertemu MBS hingga Yaqut Diperiksa KPK
Alasan Setya Novanto bisa bebas bersyarat
Sebelumnya, Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakatan Ditjenpas Rika Aprianti mengatakan, terpidana kasus korupsi e-KTP itu telah memenuhi persyaratan admininstratif dan subtantif untuk bisa bebas bersyarat.
Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Eks Ketua Umum Partai Golkar tersebut juga aktif dalam program ketahanan pangan di lapas, serta mengikuti program kemandirian dan pembinaan spiritual secara baik.
Setnov juga disebut berkelakuan baik, menunjukkan penurunan risiko, serta telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman.
Baca juga: ICW: Bebas Bersyarat Setnov Bentuk Kemunduran Pemberantasan Korupsi
PK Setnov dikabulkan MA, hukuman pun disunat
Diketahui, Setnov bisa bebas lebih cepat setelah hukumannya disunat dari 15 tahun penjara menjadi 12 tahun dan 6 bulan penjara.
Hal ini berlaku setelah MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) dari Setya Novanto ihwal vonis hukumannya dalam kasus korupsi e-KTP.
"Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 (enam) bulan," demikian keterangan dari putusan nomor 32 PK/Pid.Sus/2020 yang dikutip dari laman resmi MA, Rabu (2/7/2025).
Setya Novanto terbukti bersalah melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013. Ia divonis 15 tahun penjara dan wajib membayar denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Setya Novanto juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.
Majelis hakim juga mencabut hak politik Novanto selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.