KOMPAS.com - Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus pemerasan pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Immanuel yang kerap disapa Noel, ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK, pada Rabu (20/8/2025) malam.
Dalam kasus ini, Noel diduga menerima aliran dana sebesar Rp 3 miliar, dikutip dari Kompas.com, Jumat (22/8/2025).
Sementara itu, KPK mengungkap terdapat total Rp 81 miliar hasil pemerasan yang mengalir ke 11 tersangka dalam kasus ini, termasuk Noel.
Sejumlah uang, puluhan mobil, dan motor merek Ducati miliknya pun disita KPK dalam operasi tersebut.
Presiden Prabowo Subianto sendiri langsung mencopot Immanuel Ebenezer dari posisi Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) pada Jumat (22/8/2025) malam usai KPK menetapkannya sebagai tersangka.
Baca juga: Harta Kekayaan Eks Wamenaker Immanuel Ebenezer Melonjak Rp 12,7 Miliar dalam 3 Tahun
ICW apresiasi OTT yang dilakukan KPK
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, OTT yang dilakukan oleh KPK kali ini patut diapresiasi di tengah kelesuan operasi pada tahun-tahun sebelumnya.
Sebab, lembaga independen ini mencatat, OTT KPK pada 2019-2024 hanya menangani 31 perkara. Sementara itu, OTT 2014-2019 mengatasi sebanyak 87 perkara.
ICW juga mengimbau bahwa OTT yang dilakukan KPK kali ini perlu disertai upaya membongkar tuntas jaringan korupsi di Kemenaker dan tidak ragu untuk menerapkan pasal pencucian uang.
Mereka menekankan hal ini lantaran kasus sudah terjadi menahun dan terdapat dugaan pemanfaatan uang untuk penyertaan modal kepada Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3).
Selain itu, mereka juga menyoroti keterlibatan Noel yang belum setahun menjabat sebagai Wamenaker.
"Menjadi anggota Kabinet Merah Putih pertama yang tersangkut korupsi di masa jabatan yang sangat singkat, dugaan keterlibatan Immanuel sepatutnya menjadi tamparan bagi Presiden Prabowo Subianto," tulis ICW dalam laman resminya, Jumat (22/8/2025).
Menurut ICW, Presiden seharusnya memilih orang dengan kompetensi dan visi mereformasi, bukan korupsi.
Lalu, mereka juga melayangkan kritik keras terhadap Kemenaker yang dianggap tidak belajar dari kasus pemerasan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan korupsi sistem proteksi pekerja migran yang terjadi sebelumnya.
Akibat dari kasus sistem proteksi pekerja migran pada 2024, total kerugian negara mencapai Rp 17,6 miliar.
Baca juga: Wamenaker Immanuel Ebenezer, Relawan Jokowi yang Pertama Kali Dukung Prabowo, Kini Terjaring OTT KPK
Pengawasan korupsi di Kemenaker tidak berjalan
Selanjutnya, ICW juga menilai bahwa kasus ini membuktikan bahwa mekanisme pencegahan dan pengawasan korupsi di kemenaker tidak berlangsung dengan baik.
Sebab, tindakan ini disebut telah berjalan sejak 2019 dengan Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 diduga menerima uang sebesar Rp 64 miliar pada 2019-2024.
Uang ini digunakannya untuk liburan, belanja, membeli rumah, dan kendaraan, serta menyertakan modal kepada 3 perusahaan yang terafiliasi PJK3.
Adapun korupsi di Kemenaker ini juga dinilai berlangsung secara sistemik karena para tersangka mempunyai tupoksi pengurusan sertifikasi K3.
Tersangka lainnya yaitu Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Keselamatan Kerja, Sub Koordinator Keselamatan Kerja dari Direktorat Bina K3, Sub Koordinator Kemitraan dan Personil Kesehatan Kerja, dan lainnya.
"Pengawasan dan upaya deteksi adanya pelayanan yang buruk dan kecurangan pada pengurusan sertifikasi K3 bukan hal yang sulit," kata mereka.
Menurut ICW, layanan sertifikasi K3 sudah dilengkapi dengan peraturan yang memberi batas waktu bagi pihak Kemenaker menindaklanjuti permohonan yang diterima.
Karena itu, mereka menekankan pentingnya bagi KPK untuk menelusuri dugaan keterlibatan pihak-pihak yang berwewenang melakukan pengawasan di internal Kemenaker.
Hal ini contohnya para menteri, baik menteri periode saat ini maupun periode sebelumnya, dan juga para inspektorat jenderal.
"Patut diduga, terdapat keterlibatan pihak lain atau setidaknya terjadi pembiaran serta kelalaian dalam melakukan pengawasan," imbuh ICW,
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.