Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai Dibahas di Medsos, Benarkah Ilmu Hitam Bisa Dipidana di Indonesia? Ini Kata Ahli Hukum

Baca di App
Lihat Foto
Net/ Tribunnews.com
Ilustrasi
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

KOMPAS.com - Lini masa media sosial X belum lama ini ramai membahas soal ilmu hitam yang disebut-sebut diatur dalam hukum pidana Indonesia.

Ilmu hitam atau black magic dipahami sebagai praktik gaib atau supranatural yang digunakan untuk tujuan buruk dan merugikan orang lain.

Salah satu unggahan viral datang dari akun @ku****** pada Selasa (8/7/2025).

"Fun fact: Indonesia has a law regulating black magic. Yes, you can actually be arrested if you use it to attack someone (Fakta menarik: Indonesia punya hukum yang mengatur ilmu hitam. Ya, Anda benar-benar bisa ditangkap jika menggunakan ilmu hitam untuk menyerang orang)," tulisnya. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Unggahan tersebut mengejutkan warganet. Banyak yang tidak tahu bahwa praktik ilmu hitam ternyata memiliki aturan pidana.

"UU mana tuh, pasal berapa?" tulis akun @gak*********.

"Beneran ada hukumnya? Terus gimana buktiin orang pakai ilmu hitam?" tanya akun @Ap******j.

Lantas, apakah benar Indonesia memiliki hukum yang mengatur ilmu hitam?

Baca juga: Pilpres Korea Selatan 2025 Diwarnai Ramalan Dukun, Siapa yang Disebut Akan Menang?


Penjelasan ahli hukum

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Heri Hartanto, membenarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru memang memuat aturan tentang perdukunan.

Ia merujuk pada Pasal 252 UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, yang menyebutkan, setiap orang yang mengaku memiliki kekuatan gaib, lalu memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain dengan tujuan menimbulkan kerugian, bisa dipidana.

Kerugian yang dimaksud meliputi penyakit, kematian, atau penderitaan fisik maupun mental seseorang.

"Yang dilarang adalah mengaku punya kekuatan gaib lalu menawarkan jasa dari kekuatan itu," jelas Heri kepada Kompas.com, Rabu (9/7/2025).

Tidak perlu dibuktikan secara logis

Heri menegaskan, pasal tersebut adalah delik formil. Artinya, tidak perlu dibuktikan apakah kekuatan gaib benar-benar ada atau tidak.

"Misalnya, ada orang yang mengaku sebagai dukun santet. Lalu ada orang meninggal. Tidak perlu dibuktikan apakah kematian itu akibat santet atau bukan," jelasnya.

Hal ini karena ilmu gaib bersifat tidak logis, sedangkan hukum harus logis. Maka, yang cukup dibuktikan adalah pengakuan dan penawaran jasa kekuatan gaib itu sendiri.

Namun, Heri menambahkan, jika yang ditawarkan adalah pengobatan untuk menyembuhkan, maka hal tersebut tidak termasuk dalam Pasal 252 KUHP.

Baca juga: Pembantaian Dukun Santet 1998, Sejarah Kelam yang Kisahnya Kini Diangkat Menjadi Film

Ancaman hukuman

Adapun hukum bagi pelaku ilmu hitam tercantum dalam pasal tersebut yakni pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Heri mengatakan, besaran pidana denda kategori IV tercantum dalam pasal 79 UU No.1 tahun 2023, yaitu maksimal sebesar Rp 200.000.000.

Dalam pasal 252 KUHP ayat 2 juga disebutkan bahwa pelaku ilmu hitam yang menggunakannya sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya bisa ditambah satu per tiga dari hukuman asal.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi